EKBIS.CO, KUTA -- Perlambatan ekonomi global memiliki dampak besar terhadap kinerja pertumbuhan perdagangan beberapa sektor di Indonesia. Salah satunya pertumbuhan sektor otomotif yang diperkirakan mengalami kontraksi minus 10 persen pada tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan kinerja sektor otomotif berbanding lurus dengan kondisi harga komoditas. “Kendaraan produktif biasanya turun jika harga batu bara turun. Sedangkan kendaraan penumpang biasanya lemah jika harga sawit turun,” ujarnya kepada wartawan di Kuta, Bali, akhir pekan kemarin.
Menurut Andry lesunya penjualan kendaraan bermotor disebabkan menurunnya harga komoditas pada tahun ini. Sepanjang tahun ini, menurut dia, rata-rata harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) FOB Malaysia berada pada kisaran 494,8 dolar AS per ton atau turun dibanding rata-rata sepanjang tahun lalu 559,5 dolar AS per ton. Sedangkan harga rata-rata batu bara turun dari 107,2 dolar AS per ton pada tahun lalu menjadi 83,3 dolar AS per ton.
“Pertumbuhan sektor otomotif hingga pertengahan tahun ini mengalami sudah kontraksi hingga minus 11 persen,” ucapnya.
Menurutnya kinerja pertumbuhan yang landai juga terjadi pada kendaraan roda dua yaitu sekitar 4,4 persen. Hal itu bisa disebabkan karena rumah tangga sudah banyak yang memiliki kendaraan roda dua, sehingga ruang gerak pertumbuhannya semakin sempit.
“Saat ini masyarakat juga sudah banyak yang menggunakan transportasi online, sehingga mengurangi penggunaan motor," ucapnya.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil pada semester I 2019 mencapai 481.577 unit atau turun 13 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 553.773 unit kendaraan.
"Hingga akhir tahun, penjualan kendaraan bermotor kemungkinan turun 10 persen,” kata Andry.
Kendati demikian, Andry menyebut beberapa sektor masih memiliki pertumbuhan yang tinggi. Misalnya, sektor properti rumah tumbuh 20 persen untuk rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar.
Sementara Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menambahkan harga komoditas melemah akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global.
Sepanjang tahun ini, menurut dia, rata-rata indeks harga komoditas ekspor Indonesia turun 3,4 persen, melemah dibandingkan tahun lalu sebesar 2,8 persen. Adapun rata-rata harga tembaga dan batu bara turun 7,2 persen, CPO turun 9,2 persen, timah 3,2 persen, alumunium 13,3 persen dan kopi 12 persen tapi harga karet mampu menguat 16,8 persen.
“Jadi, kita terkena dampak ganda. Selain kuantitasnya mengalami penurunan, juga terjadi penurunan harga komoditas,” jelasnya.
Namun, menurut Onny, melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan volume perdagangan dunia dapat menyebabkan likuiditas meningkat. Hal ini menyebabkan aliran modal ke negara berkembang masuk.
"Meskipun ini sifatnya volitile tergantung yield masing-masing negara," jelasnya.
Melihat prospek perkembangan saat ini, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi 2019 tidak lebih dari 5,2 persen. Sementara, kredit perbankan tumbuh 10 persen-12 persen.
“Tantangan ekonomi domestik juga ada pada defisit transaksi berjalan yang saat ini. Kita lakukan upaya bersama agar target defisit perdagangan di bawah tiga persen bisa terjaga," ucapnya.