EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat utang internasional, Moody’s Investors Service menganalisa perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan terkena risiko gagal bayar utang. Hal ini tercermin dari pendapatan perusahaan Indonesia yang kian menurun, sehingga bisa mengurangi kemampuan korporasi Indonesia mencicil kembali utang-utangnya.
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede secara keseluruhan tingkat risiko kredit perbankan cenderung stabil, meskipun sedikit meningkat dibandingkan akhir tahun lalu. "Penurunan kinerja sektor-sektor perekonomian tidak akan mendorong peningkatan risiko kredit yang signifikan mengingat kondisi solvabilitas, rentabilitas dan likuiditas perbankan cenderung solid," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (1/10).
Josua menyebut potensi perlambatan ekonomi domestik sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global seiring memanasnya tensi dagang antara AS dan Cina. Namun bauran kebijakan bank sentral dan pemerintah pun sudah dilakukan sebagai langkah pre-emptive perlambatan ekonomi domestik.
"Kebijakan dari sisi moneter dan fiskal juga sudah dilakukan, diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan domestik," ucapnya.
Adapun langkah pre-emptive Bank Indonesia dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen pada tahun ini menjadi 5,25 persen serta pelonggaran kebijakan makroprudensial. Langkah ini diperkirakan akan memberikan stimulus bagi konsumsi rumah tangga dan investasi.
"Dari sisi pemerintah, kebijakan yang mendorong peningkatan investasi juga terus dipercepat sedemikian sehingga dapat menjaga momentum pertumbuhan domestik," jelasnya.