Jumat 04 Oct 2019 19:07 WIB

KLHK Klaim Karhutla tak Hambat Investasi

Jumlah hotspot di wilayah yang terbakar terus mengalami penurunan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
 Aktor Adhin Abdul Hakim bersama Satuan Petugas Pemadaman Kebakaran ikut memadamkan Kebakaran Hutan dan Lahan di Pedamaran Timur Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (30/09/19).
Foto: Dok. Rumah Zakat
Aktor Adhin Abdul Hakim bersama Satuan Petugas Pemadaman Kebakaran ikut memadamkan Kebakaran Hutan dan Lahan di Pedamaran Timur Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (30/09/19).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tujuh provinsi yang rawan tak hambat capaian investasi. KLHK juga mengimbau kepada pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan pengawasan agar karhutla tak lagi terjadi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), investasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) pada kuartal II 2019 sebesar 5,01 persen atau menurun dari kuartal sebelumya sebesar 5,03 persen. Angka itu juga terpantau menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 5,85 persen.

Baca Juga

Enggak (mengganggu investasi) lah. Investasinya bentuk apa dulu, kan tidak hanya di lahan kebakaran kan. Makanya kita minta pemda juga perketat pengawasan karhutla di daerahnya,” kata   Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Raffles Panjaitan kepada Republika.co.id di KLHK, Jakarta, Jumat (4/10).

Dia mengatakan, dari sisi logistik, transportasi, dan aspek bisnis lainnya, karhutla tak sama sekali membuat investasi ke daerah terhambat. Apalagi, kata dia, pemerintah terus berupaya menghadirkan iklim investasi yang ramah terhadap dunia usaha.

Menurut dia, di awal Oktober ini tren karhutla sudah mulai menurun sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Berdasarkan catatan KLHK yang dihimpun dari data satelit NOAA-19, hingga 3 Oktober 2019 tidak ada titik panas (hotspot) di Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Sedangkan di Sumatera Selatan terpantau masih ada sebanyak 3 hotspot, Kalimantan Barat 2 hotspot, dan Kalimantan Selatan 1 hotspot.

Namun begitu, jumlah hotspot dari 1 Januari-4 Oktober 2019 berdasarkan catatan satelit NOAA berjumlah 7.398 titik. Angka tersebut tercatat naik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 4.226 titik. Adapun puncak hotspot terjadi pada 14 September 2019 dengan total 1.343 titik.

Tercatat, dari Januari hingga Agustus 2019, luasan karhutla mencaai 239.161 hektare di lahan mineral dan 86.563 di lahan gambut. Areal terluas yang terbakar, kata Raffles, berada di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan luasan 108 ribu hektare yang disebabkan masih berlangsungnya musim kemarau di wilayah tersebut.

Meski prediksi BMKG terkait puncak karhuta akan berakhir menjelang November, menurunnya jumlah hotspot pun diklaim tak lepas dari upaya KLHK yang melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dengan hujan buatan serta water boombing.

“Tentu saja ada faktor intervensi pemerintah, karena tim kita juga turun kemudian menggunakan beragam teknologi untuk melakukan pengendalian dan pemadaman,” kata dia.

Kualitas udara dan jarak pandang pun, lanjut Raffles, saat ini berada dalam kondisi yang cukup baik meski di Kalimantan Tengah kualitas udaranya masih tergolong tidak sehat. Hal itu disebabkan kriteria geografis Kalimantan Tengah yang berbentuk kuali sehingga menyulitkan asap untuk bergerak menjauh.

Mengingat masa puncak karhutla telah berakhir, sebagai bahan evaluasi agar karhutla tak lagi terjadi, ke depannya pemerintah bersama daerah bakal melakukan evaluasi agar kasus karhutla tak kembali terulang. Evaluasi tersebut salah satunya juga akan ditekankan ke pemda karena pengawasan di daerah diklaim masih kurang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement