EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga emas batangan atau logam mulia terus merangkak naik. Hal ini seiring dengan penguatan harga emas global.
Berdasarkan informasi Unit Bisnis Pengolahan Logam Mulia Antam, harga emas batangan Antam menembus di atas Rp 700 ribu per gram. Bahkan, rekor terbaru harga tertinggi pada level tersebut dalam tiga bulan terakhir.
Meningkatnya harga emas tak lepas dari permintaan emas yang juga meningkat. Tak heran, apabila komoditas ini banyak dicari sebab emas merupakan salah satu instrumen investasi yang paling aman.
Lalu, apakah saat harga emas sedang tinggi-tingginya merupakan saat yang tepat untuk membeli atau berinvestasi emas?
Menurut Perencana Keuangan Ahmad Ghozali semakin besar kekhawatiran terhadap perekonomian global maka emas menjadi semakin menarik.
“Biasanya harga emas akan naik tinggi di tengah kekhawatiran global,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (8/10).
Ahmad menyebut di tengah perlambatan ekonomi global maka masyarakat dapat melakukan investasi emas atau hedging aset sebab keduanya memiliki strategi dan definisi masing-masing. Terkait definisi, ada yang bilang simpan emas itu sebagai investasi, tapi ada juga yang bilang simpan emas itu adalah hedging.
“Jika memang saat ini portfolio asetnya masih sedikit emasnya, maka menyimpan emas menjadi pilihan yang sangat masuk akal menghadapi tren penurunan suku bunga dan pelemahan ekonomi global. Jika dalam portfolio asetnya sudah banyak dalam bentuk emas, menambah obligasi atau sukuk akan lebih disarankan,” jelasnya.
Kemudian terkait strategi, ada juga yang menggunakan emas sebagai alat financial planning yang kebal inflasi. Tidak perlu banyak hitungan dengan future value dan present value, cukup simpan saja emas dengan nilai yang sama dengan tujuan keuangan yang diharapkan.
“Misalnya untuk pendidikan anak saat ini senilai 25 gram emas, maka masa depan kita asumsikan nilainya akan sama. Maka targetnya adalah memiliki emas sampai 25 gram untuk tujuan keuangan tersebut,” ucapnya.
Ke depan, Ahmad melihat tren suku bunga yang rendah maka investasi yang menjadi menarik adalah obligasi atau sukuk. Jika ditambah lagi dengan faktor ketidakpastian ekonomi global maka obligasi atau sukuk yang dipilih adalah obligasi atau sukuk negara.
“Sedangkan untuk saham biasanya dipilih emiten defensif seperti FMCG, makanan atau minuman dan kebutuhan lain yang cenderung tetap diperlukan konsumen,” ucapnya.