EKBIS.CO, NATUNA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memimpin pemusnahan 19 kapal perikanan asing (KIA) ilegal di tiga kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, Senin (7/10). Kapal ilegal tersebut terdiri dari kapal Malaysia, Vietnam, dan China.
Adapun ke-19 rinciannya antara lain 7 kapal yang berasal dari 4 kapal Vietnam, 1 kapal Malaysia, dan 2 kapal China dan ditenggelamkan di Natuna. Kemudian 6 kapal asal Malaysia ditenggelamkan di Belawan, dan 6 kapal yang terdiri dari 2 kapal Malaysia, 3 kapal Vietnam, dan 1 kapal Thailand ditenggelamkan di Batam.
Susi menjelaskan, penenggelaman kapal tersebut sengaja dilakukan secara bersamaan untuk menunggu hingga banyak status kapal yang telah inkrachat. “Ini hal yang rutin setiap tahun kita lakukan. Jadi kita ini menunggu sampai inkracht banyak, kita lakukan dalam satu kali penenggelaman,” kata Susi dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (8/10).
Adapun pemusnahan 19 kapal ini merupakan rangkaian pemusnahan 40 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sebelumnya, sebanyak 18 kapal telah ditenggelamkan di Pontianak, Ahad (6/10), sedangkan 3 kapal lainnya ditenggelamkan di Sambas, Jumat (4/10) lalu.
Susi menambahkan, masih ada sekitar 50 kapal perikanan ilegal lainnya yang mengajukan banding ke pengadilan tinggi. “Masih ada sekitar 50-an (kapal) lagi. Nah, 50-an kapal yang telah diputus dimusnahkan ternyata menyewa pengacara untuk kasasi agar tidak dimusnahkan,” ungkapnya.
Apabila permohonan mereka dikabulkan, kata dia, maka hal itu akan berpotensi untuk menimbulkan persoalan yang tak berujung. Oleh karena itu dia berharap agar pengadilan tinggi menolak kasasi kapal-kapal ilegal tersebut agar tetap dimusnahkan.
Seperti diketahui, Natuna merupakan wilayah yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Sejumlah perairan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam berbatasan langsung dengan perairan Natuna sehingga menjadikannya salah satu pulau terdepan Indonesia. Dengan fakta tersebut, Susi mengingatkan agar para aparat penegak hukum (apgakum) setempat terus konsisten menjaga kedaulatan laut Indonesia.
“Natuna adalah pulau terdepan kita. Anda yang berbatasan dengan para tetangga-tetangga yang selama ini mengganggu mencuri ikan di laut kita," ungkapnya.
Adapun pemusnahan kapal ilegal merupakan bentuk dukungan Satgas 115 terhadap upaya Kejaksaan dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan untuk perkara pidana perikanan yang telah inkracht atas kapal-kapal perikanan asing pelaku illegal fishing. Sejak pemerintah memberlakukan larangan dan tindakan tegas terhadap kapal asing, harga berbagai komoditi perikanan pun diklaim Susi meningkat.
Susi menyebut saat ini nelayan menjadi semakin sejahtera dengan hilangnya para pencuri ikan. Hal itu seiring dengan adanya konfirmasi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Natuna, Wan Siswandi, kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Saya dapat laporan bahwa sekarang akhirnya dengan hilangnya ratusan kapal-kapal ikan asing yang dulu seperti kota di tengah laut, maka gurita yang tadinya cuma Rp 5.000 sekarang sudah Rp 50 ribu Rp 60 ribu. Ikan kakap merah yang tadinya cuma berapa ribu perak sekarang sudah dua kali lipatnya,” ujarnya.
Untuk menjaga keberlanjutan kondisi perikanan yang diklaim terus membaik, ia pun menekankan agar para nelayan dan pengusaha ikan hidup menghentikan pemakaian portas, sianida, dan potasium. Sebab, dari 1 gram portas dapat mematikan ekosistem laut seluas 6 m2. Susi meminta imbauan tersebut agar segera dilaksanakan dan mengancam balal menutup izin untuk ikan hidup keluar.
Dia juga meminta agar seluruh nelayan dan pengusaha perikanan ikan hidup untuk beralih ke alat tangkap yang ramah lingkungan. Tak lupa, Susi juga berpamitan dengan para nelayan di Natuna dan mengatakan bahwa kunjungannya kali ini kemungkinan adalah kunjungannya yang terakhir saat menjabat menteri.
“Saya berharap masyarakat Natuna akan menjadi masyarakat yang sejahtera dan tentunya bangga dan bahagia sebagai warga negara Indonesia di titik terdepan. Dan saya berharap apgakum yang ada di sini akan terus komitmen dan terus teguh menjaga kedaulatan laut untuk menjaga keberadaan Pulau Natuna,” paparnya.
Sebagai informasi, pemusnahan kapal pelaku illegal fishing ini mengacu dengan Pasal 76 A UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Yaitu benda dan atau alat yang digunakan dalam dan atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri. Selain itu juga berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkracht sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).
Pemusnahan di beberapa lokasi tersebut menambah jumlah kapal barang bukti tindak pidana perikanan yang sudah dimusnahkan pemerintah sejak Oktober 2014 hingga saat ini. Totalmya menjadi 556 kapal, terdiri dari negara asal Vietnam sebanyak 321 kapal, Filipina 91 kapal, Malaysia 87 kapal, Thailand 24 kapal, Papua Nugini 2 kapal, RRT 3 kapal, Nigeria 1 kapal, Belize 1 kapal, dan Indonesia 26 kapal.