Konsumsi sawit
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mendukung rencana pemerintah menggencarkan minyak goreng kemasan di pasaran. Selain dapat menggenjot konsumsi sawit di dalam negeri, kebijakan itu dianggap mampu menghindarkan konsumen dari produk-produk yang belum tentu sehat.
“Saya rasa kebijakan tersebut baik, Gapki mendukung penuh,” ujarnya. Ia menambahkan, kebijakan itu juga diharapkan mampu menggenjot ekspor produk minyak goreng Indonesia.
Kebijakan mewajibkan industri menyediakan minyak goreng kemasan diprediksi meningkatkan penggunaan plastik. Menanggapi hal ini, pemerintah berkomitmen mengajak produsen minyak goreng kemasan untuk memberikan edukasi kepada konsumen terhadap limbah plastik.
Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman menyebut, penggunaan plastik dalam minyak goreng kemasan tak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, pemerintah mengimbau pelaku usaha menggencarkan edukasi kepada konsumen untuk mengendalikan limbah plastik.
“Yang kita tekankan sekarang itu bukan membatasi plastik, melainkan diedukasi. Syukur kalau konsumen itu dibina juga mengolah plastik agar bisa menghasilkan nilai tambah,” kata Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kemenko Kemaritiman, Safri Burhanudin, Selasa.
Menurut dia, pemerintah tak mungkin memaksa produsen mengalihkan penggunaan kemasan dari plastik ke kaleng. Pemerintah pun, kata dia, belum bisa mengintervensi penggunaan plastik yang ramah lingkungan di kalangan produsen minyak goreng karena mempertimbangkan sisi produksi yang belum tentu mengimbangi. Hanya saja, dia menegaskan, pada 2022 seluruh perusahaan sudah diwajibkan mengontrol kembali limbah produksinya agar tak mencemari lingkungan.
Dia mengatakan, Kemenko Kemaritiman telah mengarahkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan pengembangan riset plastik ramah lingkungan. Hal itu guna menjawab kebutuhan perusahaan agar mampu mengontrol limbah produksinya.
“Kemenperin kan punya anggaran riset, coba gencarkan lagi risetnya. Karena, tahun 2022 sudah diwajibkan (perusahaan) mengontrol limbah,” ujar dia.
Berdasarkan catatan Kemenperin pada 2019, konsumsi plastik di Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat dari 17-23 kilogram (kg) per kapita per tahun menjadi 25-49 kg per kapita per tahun. Sementara, mengacu pada data Sustainable Waste Indonesia (SWI) pada 2019, kurang dari 10 persen sampah plastik dapat terdaur ulang. Sedangkan, lebih dari 50 persen sisanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) alias tak dilangsungkan proses pemilahan limbah terlebih dahulu.
Safri melanjutkan, pihaknya masih berupaya mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada 2025. Salah satu yang diupayakan adalah dengan menggandeng kalangan pelaku bisnis dalam program National Plastic Action Partnership (NPAP). n muhammad nursyamsi/rr laeny sulistyawati/imas damayanti ed: satria kartika yudha