Kamis 17 Oct 2019 17:35 WIB

Pengusaha Minta Permudah Perizinan Industri Pengolah Telur

Masyarakat perlu dibiasakan mengonsumsi telur kemasan cair.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Peternak saat akan memberi makan ayam petelur di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jumat (28/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Peternak saat akan memberi makan ayam petelur di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jumat (28/6).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong para perusahaan integrator unggas untuk berinvestasi di sektor industri pengolahan tepung telur. Bisnis pabrik tepung telur dianggap menguntungkan karena dari tahun ke tahun, impor tepung telur ke Indonesia terus meningkat.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, menilai, jumlah investasi untuk mendirikan pabrik pengolahan telur butuh dana yang sangat besar. Sebab, telur merupakan komoditas yang paling rentan terkontaminasi terhadap bakteri. Karenanya, pabrik pengolahan telur mesti memiliki standar yang tinggi.

Baca Juga

Ia pun berpendapat, investasi di sektor pengolahan telur cukup menguntungkan karena terdapat permintaan di dalam negeri. "Seharusnya untung karena kalau sudah bisa mengolah sampai tepung telur, selain digunakan untuk stok juga bisa diekspor. Arah kita pasti akan kesana karena di luar negeri sudah begitu," kata Dawami di sela focus grup discussion perintisan industri pengolahan telur di Jakarta, Kamis (17/10).

Dawami menekankan, sejumlah hal yang harus disiapkan pemerintah yakni kemudahan perizinan berusaha, ketersediaan tempat industrialisasi, akses permodalan dari perbankan, dan insentif perpajakan. Industri pengolahan telur menjadi industri yang memiliki posisi strategis karena belum ada di Indonesia.

Selain tepung telur, menurut dia, juga perlu didorong industri pengolah telur menjadi liquid egg atau telur dalam kemasan cair. Saat ini produsen likuid egg sudah mulai ada di Indonesia hanya saja belum begitu terlihat. Untuk mendorong industrialisasi pengolahan telur, edukasi kepada masyarakat harus dilakukan secara paralel.

Sebab, masyarakat Indonesia masih terbiasa menggunakan telur butiran untuk berbagai kebutuhan. Dengan begitu, pengguna likuid egg maupun tepung telur bukan hanya industri, tapi masyarakat umum. Tanpa ada perluasan pasar dari dua produk olahan itu, sulit untuk memunculkan gairah dunia usaha dalam berinvestasi.

"Kita harus sosialisasikan bagaimana menggunakan likuid egg, atau tepung telur. Orang sekarang belum terbiasa," kata dia.

Impor tepung telur dalam beberapa tahun terakhir mengalami lonjakan signifikan. Namun, kenaikan impor tepung telur terjadi disaat produksi telur ayam dalam negeri meningkat. Kementerian Pertanian (Kementan) menilai,  terdapat kekosongan dalam industri pemrosesan telur. Peran swasta dinantikan untuk membuka usaha di bidang produksi tepung telur.

Dari data Badan Pusat Statistik yang dipaparkan dalam focus group discussion (FGD) perintisan industri pengolahan telur di Jakarta, Kamis (17/10), impor kuning telur dan putih telur pada 2015 sebesar 1.310,33 ton. Volume impor meningkat menjadi 1.785,1 ton pada 2018. Memasuki 2019, kurun waktu Januari-Agustus impor tepung telur sebesar 1.130,27 ton.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan, I Ketut Diarmita, mengatakan, produksi telur dalam empat tahun terakhir rata-rata meningkat 1 juta ton. Tahun 2019, potensi produksi telur mencapai 4.753.382 ton dengan rata-rata produksi per bulan 395.187 ton.

Produksi tersebut telah melampaui kebutuhan telur nasional tahun ini sebanyak 4.742.240 ton dengan rata-rata konsumsi per bulan 395.187 ton. Dengan begitu, kata Ketut, Indonesia tahun ini sudah mencapai surplus telur 11.143 ton.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement