EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Serikat Tani Nasional (STN), Rifai, mengapresiasi kebijakan dan program terobosan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan) selama lima tahun terakhir. Kata dia, kebijakan itu sangat berdampak pada ketahanan pangan.
Berdasarkan data statistik infrastruktur pangan, Global Food Security Index (GFSI) Indonesia melesat jau menjadi 54,8 dari angka tahun 2005 yang hanya 46,7. Alhasil peringkat GFSI Indonesia saat ini berada di peringkat 65 dari peringkat awal di tahun 2015 di 74.
"Dalam hal ini, sektor pertanian mempunyai peranan penting dan strategis karena menjadi benteng pertahanan untuk kedaulatan negara," ujar Rifai, Rabu (15/10).
Rifai melanjutkan, Kesejahteraan petani yang meningkat selama lima tahun ini terlihat dari naiknya Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP), bahkan NTP bulan September 2019 tercatat 103,88 ( padahal Mei 2015 hanya 100,02). Kedua item ini merupakan salah satu indikator untuk melihat membaiknya daya beli atau kesejahteraan petani.
"Terlihat jelas bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, daya beli dan kesejahteraan petani terus membaik," katanya.
Menurut Rifai, kerja keras yang dibangun selama ini memang meningkatkan produksi pangan dalam negeri yang berdampak langsung pada menurunnya inflasi secara drastis. Penurunan ini bisa dilihat melalui data 2014, tercatat 10,57 persen.
"Tahun 2017 angkanya turun fantastis menjadi 1,26 persen dan menjadi inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. September tahun 2019 ini bahkan mengalami deflasi sebesar 1,97 persen dan pada bulan Agustus 2019 juga kelompok pangan mengalami deflasi 0,19 persen. Ini membuktikan bahwa pasokan atau produksi pangan dalam negeri membaik," katanya.
Produksi yang baik ini ditopang dengan perbaikan infrastruktur pangan yang dilakukan pemerintah. Selama lima tahun, pembangunan bendungan dikerjakan, setidaknya 15 unit telah selesai, 40 unit dalam proses, dan 10 unit bendungan baru di tahun 2019.
Pembuatan embung yang dilakukan bersama pemerintah pun tidak sedikit, Kementan membuat 4.434 unit, Kemen PUPR 1.062, dan Kemendes PDT 325 unit. Bahkan jaringan irigasi yang dibangun dan rehabilitasi seluas 7,23 juta hektare.
"Ini sejalan dengan apa yang Pak Mentan sering sampaikan, agar air hujan yang turun di bumi, tidak cepat dibuang ke laut, namun dimanfaatkan lebih dulu untuk mengairi pertanian rakyat", tegasnya.
Dampak nyatanya adalah pada jumlah penduduk miskin. Sektor pertanian tercatat menorehkan sejarah baru, mempengaruhi turunnya angka kemiskinan secara signifikan.
"Tahun 2013 penduduk miskin 28,17 juta jiwa atau 11,36 persen. Namun angka tersebut berangsur turun dan menembus satu digit, yakni 9,82 persen pada Maret 2018. Catatan terakhir, bulan Maret 2019 hanya 9,41 persen atau 25,14 juta jiwa dari 267 juta jiwa penduduk Indonesia," katanya.
Rifai mengatakan, penurunan ini dipengaruhi karena rata-rata upah riil buruh tani meningkat. Di samping itu, pelaksanaan program Rastra yang selalu sesuai jadwal, juga dampak dari stabilnya harga bahan pokok yang mempunyai kontribusi sebesar 73 persen terhadap garis kemiskinan
Sementara berdasarkan data Bank Pembangunan Asia (ADB), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kemiskinan 9,41 persen atau sekitar 25,14 juta orang. Biro Pusat Statistik (BPS) mengklaim, angka kemiskinan tersebut sudah menurun sejak September 2018, yakni 9,66 persen.
Meski demiiian, Rifai berpendapat bahwa penurunan angka kemiskinan ini masih perlu perbaiki yang sangat fundamental, terutama yang berkaitan dengan kucuran bantuan sosial dan beras untuk rakyat sejahtera.