EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelaku usaha mengaku sulit untuk menjalankan kewajiban pembangunan RPHU dalam waktu tiga tahun. Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) mengatakan, pembangunan RPHU seyogyanya memang menjadi kewajiban dari integrator agar tidak mematikan usaha peternak rakyat.
Ketua Pinsar Jawa Tengah, Pardjuni, mengatatakan, jika integrator tidak mampu mencapai pembangunan RPHU sesuai besar kapasitas produksinya, semestinya anak ayam atau day old chicken (DOC) dijual ke peternak. Semisal, jika peternak hanya mampu menyerap dan memotong 70 persen produksi ayam yang dihasilkan, maka 30 persen sebaiknya di jual ke peternak saat masih menjadi anak ayam atau day old chicken (DOC).
"Kalau dia (integrator) tidak sanggup potong sesuai produksi, kembalikan (jual) DOC ke peternak rakyat. Karena kalau tidak begitu tidak akan bisa menyelesaikan masalah harga," kata Pardjuni kepada Republika.co.id, Jumat (18/10).
Pardjuni menegaskan, keberadaan RPHU serta gudang pendingin akan menjadi penyangga berlebihnya stok ayam siap potong (livebird) di pasar. Tanpa ada ketegasan pemerintah, persoalan harga yang merugikan peternak akan terus berulang.
"Kalau tidak sanggup bangun RPHU, kembalikan (jual) ke peternak rakyat. Selama ini dia (integrator) bermain dengan harga yang sama dengan kita di pasar. Kalau stok berlebih di pasar, dia tidak bisa selesaikan masalah," kata Pardjuni.
Pinsar menilai jika masalah oversuplai tak bisa diselesaikan, pemerintah harus berani mendorong agar integrator mengurangi pasokan sesuai dengan kapasitas RPHU yang dibangun. Langkah itu dinilai efektif agar integrator terdorong membangun RPHU sesuai kapasitas produksi ayamnya saat ini.
Saat ini, kata Pardjuni, ayam di tingkat peternak dihargai Rp 19 ribu per kg, sedikit lebih tinggi dari batas bawah harga pembelian pemerintah Rp 18 ribu per kg. Namun, ia memprediksi, pada bulan November mendatang harga daging ayam berpotensi mengalami penurunan lantaran adanya potensi oversuplai di pasar.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami, mengatakan, kewajiban pembangunan dalam waktu tiga tahun tidak realistis. "Kalau RPHU asal punya saja, ya, bisa dibangun dalam waktu tiga tahun. Tapi asal punya," kata Dawami.
Ia mengaku telah menyampaikan aspirasi pengusaha kepada pemerintah. Namun, jika pemerintah tetap akan mengesahkan aturan tersebut, kemungkinan besar tidak semua integrator akan sanggup memenuhi. Ia pun meminta Kementan untuk membuat kebijakan yang berwibawa agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah baru.