Ahad 20 Oct 2019 12:08 WIB

Kementan Perkuat Kewaspadaan Dini Penyakit Demam Babi Afrika

ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan dan menyebabkan kematian pada babi

Red: Gita Amanda
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, saat menjadi keynote speech Seminar International African Swine Fever (ASF) di Bogor (19/10).
Foto: Kementan
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, saat menjadi keynote speech Seminar International African Swine Fever (ASF) di Bogor (19/10).

EKBIS.CO, BOGOR -- Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan kewaspadaan dini penanganan dan pencegahan penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Langkah terpenting adalah pemerintah siap melakukan langkah cepat dan eksekusi bila penyakit ini terjadi di Indonesia.

"Tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis yang meliputi pengamatan/deteksi cepat, pelaporan cepat dan pengamanan cepat,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, saat menjadi keynote speech Seminar International African Swine Fever (ASF) di Bogor (19/10).

Baca Juga

Menurutnya, upaya yang dilakukan selama ini sebenarnya sudah tepat. Dalam mengamati perkembangan penyakit yang sangat cepat dan telah mendekati perbatasan wilayah Negara Republik Indonesia, potensi ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia sangatlah besar. Terkait dengan kondisi tersebut, tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis.

Ketut menambahkan, ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan, dan menyebabkan kematian yang tinggi, dampaknya kerugian ekonomi yang tinggi. Indonesia termasuk wilayah terancam, mengingat populasi babi yang sangat tinggi di beberapa wilayah antara lain Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Papua, dan Papua Barat.

Pemerintah telah menyiapkan pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF (Kiatvetindo ASF) dengan empat tahapan penanggulangan yaitu Tahap Investigasi, Tahap Siaga, Tahap Operasional dan Tahap pemulihan.

Hal lain adalah sosialisasi terkait ASF di wilayah-wilayah risiko tinggi, membuat bahan komunikasi, informasi dan edukasi untuk di pasang di bandara, pemantauan dan respon terhadap kasus kematian babi yang dilaporkan melalui iSikhnas, membuat penilaian risiko masuknya ASF ke Indonesia sehingga membantu meningkatkan kewaspadaan.

photo
Penyakit ASF mengancam peternakan babi.

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Agus Sunanto menegaskan Badan Karantina Pertanian (Barantan) sendiri telah lakukan upaya antisipatif, diantaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan negara. Beberapa kali Barantan berhasil menggagalkan masuknya komoditas yang berpotensi membawa virus, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus dan olahan babi lainnya.

Sebagai contoh, Karantina Pertanian Soekarno Hatta sepanjang 2019 hingga September, petugas karantina menahan komoditas petensial sebanyak 225,28 kilogram (kg), yang berasal dari barang bawaan penumpang.

Selain melakukan pengawasan, Agus menjelaskan pihaknya merangkul semua instansi, baik di bandara, pelabuhan dan pos lintas batas negara, seperti Bea dan Cukai, imigrasi, unsur airlines, agen travel serta dinas peternakan di daerah.

Menurut Agus, Kementan telah mengitung potensi kerugian kematian akibat ASF. Apabila dihitung 30 persen saja populasi terdampak, maka kerugian peternakan babi dapat mencapai Rp 7,6 triliun.

Selain itu, Indonesia akan kehilangan pasar ekspor dan potensinya, baik untuk babi maupun produknya. Saat ini Indonesia memiliki banyak peternakan babi, dan merupakan salah satu pemasok utama bagi pasar Singapura.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement