EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut validasi data untuk luas baku sawah nasional bakal menjadi ujung tombak dari penyempurnaan data padi di Indonesia. Sesuai keputusan pemerintah, luas baku sawah ditargetkan sebesar 7,1 juta hektare dan akan menjadi basis penghitung luasan panen dan produksi.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Habibullah, menuturkan, dengan sistem pendataan Kerangka Sampel Area (KSA) saat ini, pihaknya bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kementerian ATR, hingga Lembaga Penerbangan dan Antariksa Negara. Badan Informasi Geospasial juga terlibat dalam pemetaan wilayah produksi.
Data KSA juga digunakan oleh Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional dalam dasar-dasar kebijakannya saat ini. Karenanya, jika luas baku sawah telah tervalidasi seluruhnya, dipastikan perbaikan data padi dapat terealisasikan dengan tepat.
Apalagi, Presiden Joko Widodo dalam periode pertamanya telah menegaskan sistem satu pintu data yang dirilis oleh BPS. "Jadi, saat ini bukan lagi soal mengamini (data) yang ada. Sekarang yang menjadi masalah hanya mengenai validasi luas baku sawah," kata Habibullah kepada Republika.co.id, Senin (21/10).
Habibullah mengatakan, mekanisme sinkronisasi data perberasan saat ini sudah cukup baik antar kementerian lembaga. Kementerian Pertanian, khususnya, dinilai Habibullah sudah cukup kooperatif dalam proses penetapan data produksi dengan sistem KSA.
Upaya perbaikan data padi atau beras juga telah dimulai sejak tahun 2015 silam setelah melalui uji coba secara terus menerus. Ia mengatakan, cara pendataan sistem KSA yang dipakai saat ini merupakan pembaruan data dan bukan menggantikan metode yang sebelumnya dipakai.
"Ada perbaikan metode karena yang sebelumnya sudah tidak tepat lagi. Ini sudah sejak 2015 kita uji coba sehingga tahun 2018 terbitlah KSA yang kita gunakan sebagai basis penghitungan," ujar dia.
Menurut dia, jika nantinya luas baku sawah telah ada, BPS akan menggunakannya untuk menghitung luas panen yang ada dan menetapkan jumlah produksi. Hal itu, kata dia, merupakan tahap akhir dalam pembaruan pendataan padi di dalam negeri.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menuturkan, luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang terdata di pemerintah sampai saat ini adalah 5 juta hektar. Luasan tersebut masih 70,3 persen dari total lahan baku sawah versi Kementerian ATR/ BPN yang akan ditetapkan sebagai lahan sawah abadi, yaitu 7,1 juta hektare.
Edhy mengatakan, pemerintah kini sedang melakukan verifikasi terhadap sisa lahan 2,1 juta hektare. "Kita upayakan agar semua lahan sawah yang produktif tidak boleh diganggu gugat," ujarnya pekan lalu.
LP2B merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten. Tujuannya, agar menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Menurutnya,, 5 juta hektar LP2B sudah terverifikasi merupakan sawah dengan irigasi yang bagus. Tingkat produktivitasnya cenderung bervariasi, yaitu antara 5,2 ton per hektar hingga 8,0 ton per hektar tiap sekali musim tanam.
Edhy menekankan, pemerintah berupaya mempertahankan lahan sawah yang termasuk dalam LP2B. Upaya ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang diteken Presiden Joko Widodo pada September 2019.
Perpres tersebut utamanya ditujukan agar tingkat alih fungsi lahan pangan, khususnya sawah menjadi nonsawah, semakin terkendali. Sebab, Edhy mengatakan, akhir-akhir ini banyak kepala daerah yang mengusulkan untuk melakukan ahli fungsi terhadap lahan sawah. Baik untuk dijadikan sebagai kawasan industri ataupun pemukiman.