EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian dalam rencana pembangunan sektor pertanian 2020-2024 masih tetap foksu pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Pakar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermano Siregar, menilai tantangan terberat untuk meningkatkan produksi pada ketersediaan lahan pertanaman.
Dia menuturkan, kemampuan pemerintah dalam lima tahun terakhir untuk mencetak sawah kalah cepat dengan alih konversi lahan. Berdasarkan catatan Hermanto, rata-rata kemampuan cetak sawah pertanian seluas 50 ribu hektare (ha) per tahun.
Sementara, konversi lahan setiap tahunnya bisa mencapai 100-120 ribu hektare per tahun. Kondisi itu jika dibiarkan terus menerus akan membuat lahan pertanian menjadi susut. Luas baku sawah yang ditetapkan pemerintah juga hanya 7,1 juta ha dari klaim Kementerian Pertanian sebelumnya yang mencapai 8 juta ha.
"Jadi, program cetak sawah ke depan harus lebih cepat karena ancaman konversi lahan juga sangat tinggi di banyak daerah," kata Hermanto kepada Republika.co.id, Selasa (22/10).
Ia menekankan, program cetak sawah tidak bisa hanya dengan mengandalkan Kementerian Pertanian. Pemerintah daerah lagi-lagi menjadi ujung tombak pembangunan pertanian dan berperan strategis.
Para kepala daerah yang sudah terpilih juga harus menjalankan komitmennya di bidang pertanian. Di sisi lain, kemampuan sumber daya manusia terutama petani mau tidak mau harus kembali dibenahi.
Pendekatan teknologi bagi para petani perlu dimulai pada pemerintahan kali ini. Presiden Joko Widodo juga telah berulang kali menyebutkan bahwa soal kualitas manusia Indonesia akan diprioritaskan.
"Nah, pengembangan SDM ini termasuk petani-petani kita. Sebanyak 70 persen petani lulusan SD. Bagaimana mau menerapkan 4.0 kalau begitu? Jadi harus ditingkatkan kompetensinya," katanya.
Tak hanya meningkatkan kemampuan petani yang ada, program petani milenial harus lebih cepat dari saat ini. Ia menilai, mencetak generasi muda untuk berkecimpung di bidang pertanian memang sudah dicanangkan.
Namun, Hermanto menilai, cara-cara yang diterapkan pemerintah tidak efektif. "Kementan harus kerja sama, dia tidak bisa kerja sendiri," katanya.
Kementerian Pertanian mulai menyusun pembaruan kebijakan strategis pangan untuk 2020-2024. Pembaruan itu bakal ditempuh lewat revisi Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi.
Melihat kebutuhan pangan dan gizi yang bakal meningkat, fokus pemerintah masih tetap pada peningkatan produksi dalam negeri. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan, Agung Hendriadi, menuturkan bahwa pembaruan kebijakan strategis pangan masih dalam tahap koordinasi bersama Dewan Ketahanan Pangan.
Secara teknis, revisi Perpres mesti diajukan ke Sekretariat Kebinet untuk kemudian disahkan presiden. "Ini masih panjang. Intinya selain soal ketahanan pangan, ada juga gizi yang harus diperhatikan karena kita mau membangun sumber daya manusia yang kuat," kata Agung.
Agung mengatakan, populasi masyarakat Indonesia akan terus meningkat dari posisi saat ini sekitar 260 juta. Lebih detail, jumlah masyarakat kelas menengah juga akan meningkat. Sesuai prediksi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, pada tahun 2021 masyarakat kelas menengah Indonesia sebanyak 45 juta penduduk.
Pada 2030, masyarakat kelas menengah akan naik menjadi 145 juta, tahun 2040 naik menjadi 187 juta dan kembali naik menjadi 223 juta pada tahun 2045. Menurut Agung, peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah bakal diikuti dengan kenaikan kebutuhan pangan.
Sementara itu, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2018 juga mencapai 71,39 poin, tumbuh 0,82 persen dibanding posisi 2017 sebesar 70,81 poin. Seiring peningkatan IPM itu, bayi yang lahir memiliki angka harapan hidup hingga 71,20 tahun atau lebih lama 0,14 tahun dibanding mereka yang lahir tahun sebelumnya.
Seiring dengan IPM yang diyakini terus meningkat, kebutuhan pangan akan lebih besar dan bervariasi. "Itu butuh makanan yang lebih bergizi, beragam, dan seimbang. Pokoknya kita akan penuhi peningkatan produksi dan produktivitas karena ini tuntutan masyarakat," katanya menambahkan.
Ia menegaskan, produksi dan produktivitas tetap menjadi satu kesatuan yang menjadi tugas, pokok, dan fungsi Kementan melalui pembinaan terhadap para petani. Karenanya, upaya pendukung untuk menjaga ketersediaan pangan dengan terus menambah jumlah petani dengan program petani milenial.