Jumat 25 Oct 2019 19:07 WIB

Wah, Kemenkop Temukan 153 Investasi Bodong Berkedok Koperasi

Waduh! Kementerian Koperasi Temukan 153 Investasi Bodong Berkedok Koperasi

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Waduh! Kementerian Koperasi dan UKM Temukan 153 Investasi Bodong Berkedok Koperasi. (FOTO: Kementerian Koperasi dan UKM)
Waduh! Kementerian Koperasi dan UKM Temukan 153 Investasi Bodong Berkedok Koperasi. (FOTO: Kementerian Koperasi dan UKM)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menyatakan sepanjang tahun 2019 ini ditemukan sebanyak 153 badan usaha berbasis koperasi yang melakukan investasi bodong. Seluruhnya mengatasnamakan koperasi simpan pinjam (KSP)

Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM, Luhur Pradjarto, mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan penindakan untuk penjatuhan sanksi administratif. Dalam melakukan penindakan pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepolisian, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Dinas Koperasi dan UKM.

Baca Juga: Wajah Koperasi di Mata Milenial

Luhur menjelaskan bahwa koperasi bodong tersebut melakukan aktivitas penjaringan dana dari anggota atau masyarakat, tetapi dana investasinya diselewengkan. Beberapa oknum yang melakukan hal tersebut memanfaatkan badan hukum koperasi yang sebelumnya telah terdaftar. Namun, koperasi tersebut dinyatakan telah lama vakum dari aktivitas usahanya sehingga badan hukum koperasi diperjualbelikan.

"Viral akhir-akhir ini bank gelap berkedok koperasi tapi sekarang udah ditangani Bidang Pengawasan. Mereka ini lembaga atau sekelompok orang yang mengatasnamakan koperasi. Jadi, koperasi simpan pinjam ini sangat rawan kaya KSP Cipendawa, Cipaganti, Langit Biru, dan lainnya," kata Luhur dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Untuk memastikan tidak makin banyak korban lagi, pihaknya mengandalkan Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) untuk melakukan pengawasan. Saat ini, terdapat 1.235 orang PPKL yang tersebar di berbagai wilayah untuk melakukan tugas pengawasan terhadap koperasi-koperasi aktif dan nonaktif.

Luhur menambahkan salah satu ciri utama investasi bodong berkedok koperasi dapat dilihat dari track record koperasi tersebut apakah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau tidak. Jika dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak melaksanakan RAT dipastikan koperasi tersebut tidak sehat. Ciri lainnya adalah usaha yang dilakukan koperasi tidak sesuai Anggaran Dasarnya. Aktivitas bisnis utamanya sudah menyimpang dari usaha yang seharusnya dijalankan. Selain itu, suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh calon nasabahnya biasanya menggiurkan dan jauh dari suku bunga simpanan perbankan.

Untuk memberikan efek jera terhadap oknum yang memanfaatkan nama besar koperasi, Kemenkop dan UKM tengah mengusulkan agar ada Undang-Undang (UU) Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU nomer 25 tahun 1992. Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disusunnya akan memuat tuntutan sanksi pidana terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi untuk investasi bodong. Dalam UU yang saat ini berlaku belum diatur mengenai sanksi pidana, hanya sanksi administratif.

Luhur berharap usulan UU Perkoperasian yang baru dapat segera dibahas oleh DPR sehingga ada kepastian penindakan terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi. Dia menyayangkan draf UU yang sudah masuk di DPR pada periode 2014-2019 batal diparipurnakan sehingga harus di-carry over pada DPR yang baru saja dilantik. 

"Jangan sampai koperasi abal-abal atau yang ingin manfaatkan wadah koperasi itu bisa melenggang bebas. Ini udah kita susun dalam pasal-pasal termasuk sanksi pidananya. Mudah-mudahan dalam UU baru ini bisa segera disahkan. Saat ini bola ada di DPR," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement