EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian bersama dengan Tujuh Kementerian dan Lembaga lain melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) mendukung program pengentasan daerah rentan rawan pangan. Penandatanganan ini dilakukan sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam penurunan prevalensi stunting atau angka kekurangan gizi di Indonesia.
“Kerja sama ini merupakan keterpanggilan tanggung jawab moralitas kebangsaan, saya berharap hari ini adalah bagian-bagian dari implementasi kita, bahwa negara bangsa tidak salah memilih kita untuk mengurus bangsa dan negara ini,” ungkap menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Syahrul mengatakan penyebab kerawanan pangan di Indonesia sangat multifaktor, karena itu penyelesaiannya harus dilakukan secara multisektor. Dia mengatakan Indonesia adalah negara besar ke empat dunia. Tidak gampang untuk bisa menjadikan negara ini menjadi sesuatu yang bisa terjaga dengan baik.
"Cara satu-satunya adalah bagaimana kita sama-sama bertanggung jawab terhadap pangan dari 267 juta jiwa rakyat Indonesia,” ungkap Syahrul.
Syahrul menekankan perlunya dukungan lintas sektor dalam penanganan daerah rentan rawan pangan. Berdasarkan hasil Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA) Tahun 2018, masih terdapat 88 Kabupaten/ kota atau 17,1 persen di Indonesia yang masih masuk katergori daerah rentan rawan pangan. Ia mengatakan isu pangan bersifat sangat kompleks dan multidimensi, dengan sinergi lintas sektor dan target waktu yang tepat, permasalahan kerawanan pangan didaerah akan lebih mudah diurai.
“Katakanlah 34 provinsi, 582 kabupaten kota yang rawan berapa, kita sama-sama konsentrasi, apalagi teman-teman dari kabupaten dan provinsi, kita harus bersatu, kita maping data yang benar, kita fokus pada data itu,pada daerah rawan yang kita miliki, kita harus saling melengkapi,saya yakin bisa," kata Syahrul.
FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. FSVA disusun menggunakan sembilan indikator yang mewakili tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
FSVA memberikan rekomendasi kepada pembuat keputusan dalam penyusunan kebijakan dan program intervensi baik di tingkat pusat dan daerah dengan melihat indikator utama yang menjadi pemicu terjadinya kerentanan terhadap kerawanan pangan.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi mengatakan situasi ketahanan pangan di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan FSVA 2015, terdapat 177 Kabupaten yang mengalami peningkatanan status ketahanan pangan.
“Berdasarkan hasil FSVA 2018, ada 426 kabupaten dan kota atau 82,9 persen di Indonesia, yang sudah masuk katergori daerah tahan pangan, jika disbanding 2015, ada peningkatan status ketahanan pangan di 177 kabupaten,” ucap Agung.
Agung menjelaskan pengentasan rawan pangan juga kemiskinan termasuk stunting harus dikerjakan bersama-sama sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Intervensi program diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi factor penyebab kerentanan pangan.
Adapun Kementerian dan Lembaga lain yang ikut terlibat dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tersebut adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Serta Lembaga Ketahanan Nasional.