EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) memberikan ruang kepada ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk terus tumbuh. Ia juga mengajak dunia usaha segera memanfaatkannya, terutama untuk ekspansi dan berinvestasi.
Dari sisi pemerintah, Sri menjelaskan, penurunan suku bunga oleh The Fed memberikan semacam jeda kepada psikologis negara-negara berkembang. Khususnya setelah menghadapi kenaikan suku bunga secara bertubi-tubi sepanjang 2018.
"Kondisi kemarin itu membuat banyak negara emerging harus menghadapi konsekuensinya," ucapnya usai acara CEO Networking 2019 di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (31/10).
Sri menekankan, penurunan suku bunga The Fed memberikan ruang kepada pemerintah maupun dunia usaha untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Di sisi lain, kebijakan tersebut juga membuka peluang investasi terus tumbuh mengingat biaya produksi akan lebih rendah.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut memprediksi, dampak dari penurunan suku bunga The Fed akan terlihat pada akhir tahun ini. Sri juga mengajak semua pemangku kepentingan untuk terus menjaga momentum tersebut sampai tahun depan.
Di sisi lain, Sri berharap, momentum positif ini dapat semakin didukung dengan perbaikan relasi antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang sudah lebih dari satu tahun berada di kondisi perang dagang. "Dengan kemungkinan kesepakatan kebijakan dua pemerintah, tentu kita berharap momentum positif ini menguat," katanya.
Pada Rabu (30/10) waktu setempat, The Fed kembali menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi AS. Dilansir di Reuters, penurunan suku bunga ini menjadi yang ketiga kalinya dilakukan The Fed sepanjang 2019.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), badan penetapan suku bunga Fed, memangkas target suku bunga dana federal menjadi ke kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen. Kebijakan yang diambil dalam pertemuan kebijakan dua hari ini sejalan dengan ekspektasi pasar.
Dalam membuat keputusan, FOMC menyoroti sejumlah faktor risiko. Sebut saja perlambatan pertumbuhan global, perkembangan kebijakan perdagangan, serta tekanan inflasi yang diredam.