Warta Ekonomi.co.id, Surakarta
Dua peretas terbukti bersalah karena memeras dan meretas perusahaan seperti Uber dan LinkedIn, menurut keterangan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS).
Para peretas itu meminta uang imbalan kepada Uber dan LinkedIn untuk menghapus data rahasia yang telah mereka curi. Uber diduga diperas hingga 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,4 miliar) dan tak melaporkan pelanggaran tersebut kepada kepolisian.
"Uber dan kedua peretas itu menandatangani perjanjian rahasia," lapor outlet berita CBS News, dikutip dari Cnet, Jumat (1/11/2019).
Baca Juga: Intelejen Inggris Ungkap Peretas Rusia Berhasil Membajak Operasi Mata-mata Iran
Seorang Pengacara AS untuk California Utara, Dave Anderson mengatakan, sikap Uber untuk menghapus 57 juta dokumen pengguna itu benar-benar tak bertanggung jawab. Bahkan berniat menutupi peretasan tersebut. Di sisi lain, Jaksa Penuntut mengatakan, LinkedIn melaporkan peretasan kepada polisi saat itu.
Anderson menyampaikan, "kasus ini luar biasa. Kami tahu para terdakwa mengklaim sudah menghapus data tersebut, namun ada pihak ketiga yang dilibatkan dalam peretasan dan itu tak diketahui oleh Uber."
Peretas bernama Brandon Charles Glover dan Vasile Mereacre itu mengakui, mencuri basis data perusahaan rahasia di Amazon Web Services menggunakan kredensial curian. Setelah mengunduhnya, peretas mengatakan mereka menemukan kerentanan dalam penggunaan sistem oleh karyawan.
"Kemudian, mereka menuntut perusahaan untuk membayar mereka," kata Departemen Kehakiman.
Mereka menggunakan akun palsu dan surel terenkripsi untuk menjangkau perusahaan. Bahkan, mereka membagikan sampel data yang dicuri untuk menunjukkan kerentanan sistem perusahaan.
Sayangnya, Uber menolak berkomentar soal kabar itu.