EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menilai kredit bermasalah (non performing loan) industri perbankan masih relatif aman. Pada akhir tahun ini kredit bermasalah itu diyakini bisa berada di bawah tiga persen kendati mulai meningkat dalam tiga bulan terakhir.
"Kami lihat dengan tingginya bantalan permodalan perbankan Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, turunnya suku bunga rupiah dan global, NPL masih bisa terjaga di bawah tiga persen," ujar Fauzi dalam acara "Economic Outlook: Keketatan Likuiditas dan NPL Ancam Perbankan Nasional" di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/11).
Menurut Fauzi, NPL perbankan yang saat ini berada di kisaran 2,6-2,7 persen, relatif lebih rendah dibandingkan NPL ketika krisis global pada 2008 dan resesi global 2009.
Selain itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan jauh lebih baik dimana saat ini mencapai 23,3 persen.
"Sedangkan kalau dilihat dari sisi industri dan makro, Indonesia masih aman dengan pertumbuhan ekonomi 5-5,1 persen dibanding pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 3,5 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tertinggi ketiga di G20," katanya.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif aman tersebut, lanjut Fauzi, ancaman NPL akan meningkat tajam relatif kecil. Pada kuartal keempat, NPL diprediksi tidak akan banyak berubah dari level saat ini mengingat stabilnya ekonomi domestik.
"Yang menjadi support buffer perbankan itu kan pertumbuhan ekonomi ditambah turunnya suku bunga global dan suku bunga rupiah, serta stabilnya KUR," ujarnya.
Komisaris Independen BCA Raden Pardede juga menuturkan hal senada. NPL perbankan hingga akhir tahun diperkirakan tidak akan mencapai tiga persen. Namun dengan catatan pertumbuhan ekonomi relatif stabil atau meningkat.
"NPL seperti yang kita lihat sekarang ini masih bisa ditekan di bawah tiga persen. Untuk ukuran global di bawah tiga persen relatif rendah. Tapi kalau pertumbuhan ekonomi melambat lebih jatuh lagi, itu sangat berbahaya terhadap NPL," ujar Raden.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada stimulus agar perekonomian domestik tidak melemah. Selain itu, perbankan juga perlu melakukan antisipasi.
"Kalau ada yang bisa dilakukan restrukturisasi di awal, diperbaiki lebih awal, dimitigasi risikonya, itu dilakukan sekarang, jangan nanti. Hal-hal itu yang harus dilakukan," katanya.