EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dengan salah satu kumpulan tenaga kerja terbesar di dunia. Sayangnya, Indonesia tidak dapat mengambil potensi investasi asing dari banyaknya perusahaan yang ingin memindahkan produksi ke luar dari Cina untuk menghindari tarif AS.
Lamanya proses investasi menjadi salah satu penyebab perusahaan asing enggan membangun pabrik di Indonesia. Selain itu, pajak yang tinggi juga membuat perusahaan asing pikir-pikir lagi dalam berinvestasi.
Dilansir Washington Post, berikut sejumlah hal yang menjadi penghambat investasi asing di Indonesia.
1. Undang-undang ketenagakerjaan bersifat kaku, dengan aturan tentang mempekerjakan dan memecat yang dianggap memberatkan bisnis. Ketentuan uang pesangon Indonesia dinilai yang paling dermawan di dunia, yakni sekitar 95 minggu untuk seorang pekerja dengan masa kerja 10 tahun. Indonesia berada di urutan ketiga di belakang Sri Lanka dan Sierra Leone, menurut data Bank Dunia. Di Vietnam sekitar 43 minggu, di Thailand, 50 tahun.
2. Bentang regulasi juga bisa menjadi penghalang. Misalnya, beberapa impor yang diperlukan untuk pembuatan memerlukan surat dari Kementerian Perindustrian yang seharusnya dikeluarkan dalam waktu maksimal lima hari, tetapi biasanya membutuhkan tiga hingga enam bulan atau lebih.
3. Sejarah 'nasionalisme ekonomi', seperti yang diilustrasikan oleh Daftar Negatif Investasi (DNI) pemerintah, yang membatasi kepemilikan asing di bidang-bidang mulai dari pembuatan bir hingga penambangan, telekomunikasi hingga pendidikan.
4. Tarif pajak perusahaan Indonesia sebesar 25 persen lebih tinggi daripada rival regional seperti Vietnam dan Thailand, meskipun pemerintah merencanakan pengurangan bertahap hingga 20 persen mulai tahun 2021.
5. Sektor manufaktur Indonesia terputus dari rantai pasokan global, menurut Bank Dunia. Impor komponen tunduk pada inspeksi dan tarif pra pengiriman yang mahal dan memakan waktu, misalnya 15 persen untuk ban, 10 persen untuk penyala kabel, mesin gas dan gear box. Itu berarti setiap ekspor yang dihasilkan tidak kompetitif.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini?
Selama masa jabatan pertamanya, Presiden Jokowi membangun jalan baru, bandara, dan pelabuhan untuk menghubungkan lebih baik kepulauan yang luas dengan lebih dari 17 ribu pulau. Ratusan miliar dolar AS yang dihabiskan atau direncanakan untuk infrastruktur sebagian bertujuan untuk memudahkan perusahaan mengirim barang ke seluruh Indonesia dan luar negeri. Jokowi juga fokus pada menstabilkan ekonomi, menurunkan inflasi dan meningkatkan keuangan pemerintah.
Apakah ini berjalan sesuai tujuan?
Program ini mulai membayar dividen, dengan Indonesia naik menjadi 46 pada Indeks Kinerja Logistik Bank Dunia 2018 dari 63 pada 2016. Indonesia juga telah menaikkan Indeks Kemudahan Berbisnis bank karena peningkatan dilakukan di bidang-bidang seperti akses untuk kredit dan mendaftarkan properti. Tetapi pada 2019, Indonesia berada di posisi 73, menunjukkan masih ada jalan panjang.
Setelah laporan Bank Dunia ini, presiden meminta menteri bekerja untuk menghapus hambatan-hambatan pada ekonomi. Dia telah berjanji untuk melonggarkan Daftar Negatif Investasi untuk membantu menghidupkan kembali manufaktur.
Untuk bisnis dan serikat pekerja, pemerintah berjanji perubahan pada hukum perburuhan akan terbatas pada karyawan baru, sementara karyawan saat ini akan mendapatkan perlindungan pekerjaan. Pemerintah juga telah mengusulkan undang-undang omnibus yang akan membatalkan ratusan aturan, peraturan, dan perizinan.