EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menurunkan target produksi beras sebesar 34 persen dari 80,08 juta ton tahun 2019 menjadi 59,15 juta ton tahun 2020. Penurunan tersebut menyesuaikan dengan data kerangka sampel area yang mulai diterapkan Badan Pusat Statistik pada tahun ini.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya memilih membuat target yang realistis agar pencapaian lebih terarah. "Analisa kita menyesuaikan dengan data. Lebih baik kita turunkan sesuai dengan target yang realistis," kata Syahrul di Kementerian Pertanian, Rabu (20/11).
Ia mengatakan, target produksi padi berkaitan langsung dengan anggaran yang dikeluarkan, seperti subsidi pupuk dan bantuan benih. Menurut dia, akan kurang baik jika anggaran yang disediakan pemerintah justru berlebih dari yang dibutuhkan.
Sebaliknya, jika ternyata produksi melampaui target, pemerintah siap untuk menambah kebutuhan anggaran. Lebih lanjut, Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu menegaskan, pihaknya ingin agar capaian kinerja Kementan bisa dipertanggungjawabkan.
Bukan sekadar mencapai target yang tinggi agar kinerja terlihat bagus oleh publik. Syahrul mengatakan, pihaknya tidak ingin dibohongi para Kementan hanya karena ingin terlihat bagus dalam bekerja.
"Tidak boleh dibilang, yang penting kita dianggap bagus. Kalau jelek, ya jelek saja. Memangnya kenapa? Daripada kita janjikan 80 juta ton, lebih baik kita bilang 59 juta ton sesuai dengan target," katanya menegaskan.
Berdasarkan tingkat rata-rata rendemen padi sebesar 60 persen dari volume panen. Maka jika target 59,15 juta ton pada 2020 tercapai, setidaknya akan diperoleh produksi beras sebanyak 35,5 juta ton.
Adapun rata-rata konsumsi beras sekitar 30 juta ton per tahun. Angka konsumsi tersebut mengacu pada tren konsumsi beras bulanan sebesar 2,3 hingga 2,5 juta ton.
Untuk tahun ini, hingga akhir Oktober 2019, mengau data realisasi produksi padi yang dipaparkan dalam Rapat Kerja Komisi IV, Senin (18/11) lalu, produksi padi tahun 2019 baru mencapai 52,82 juta ton atau 64 persen dari target tahun ini. Angka produksi tersebut dihitung menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) oleh Badan Pusat Statistik.
Dalam dua bulan terakhir tahun ini, Syahrul mengakui kemungkinan akan ada minus antara produksi beras dengan kebutuhan bulanan. Meski begitu, ia menyatakan situasi perberasan akan tetap aman karena stok beras yang tersimpan masih cukup untuk menutup minus tersebut. Terakhir, Bulog masih memiliki pasokan beras di gudang sebanyak 2,2 juta ton.
Syahrul mengatakan, untuk mencapai target produksi tahun depan kuncinya terdapat pada penggunaan benih unggul. Di satu sisi, mengatur pola tanam dan panen lebih baik dengan memanfaatkan teknologi citra satelit.
Teknologi tersebut digunakan untuk membaca situasi iklim sehingga penanaman bisa menghasilkan padi dalam jumlah optimal. "Bibit itu penting, karena bibit membuat anakan, anakan membuat biji padi, itu ada yang berisi dan hampa. Belum lagi bicara yang gagal. Ini harus dihitung," kata Syahrul.
Adapun soal target luas tambah tanam area persawahan tahun depan, Syahrul mengatakan akan menunggu terlebih hasil verifikasi luas baku lahan sawah yang akan dirilis 1 Desember 2019 mendatang. Data tersebut akan menjadi landasan utama kebijakan Kementan ke depan agar seluruh tindakan yang diambil sesuai dengan situasi riil di lapangan.