EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) membuka pintu bagi para pengusaha perunggasan swasta untuk berinvestasi di bidang pembibitan Grand Parent Stock (GPS) atau indukan ayam ras pedaging. Tujuan pemerintah membuka investasi itu untuk menekan importasi GPS yang hingga kini masih dibuka.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, I Ketut Diarmita mengatakan, selama ini Indonesia mengimpor GPS sebanyak 707 ribu ekor per tahun atau senilai Rp 415 miliar per tahun. Impor GPS dilakukan dalam bentuk telur. Jika produksi GPS bisa dikembangkan di dalam negeri, setidaknya efisiensi devisa bisa dilakukan.
Adapun GPS tersebut dihasilkan dari Great Grand Parent Stock (GGPS) atau buyut bibit ayam. Karena itu, dibutuhkan investasi dalam jumlah besar sehingga perlu melibatkan investor perunggasan.
"Jelas ini akan melibatkan perusahaan. Perlu swasta, tapi profesionalnya ada dari Kementan," kata Ketut di Kompleks Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (20/11) lalu.
Ia mengaku, sudah ada beberapa perusahaan perunggasan besar di Indonesia yang mau berinvestasi untuk pengembangan produksi bibit ayam. Hanya saja, belum diketahui secara pasti berapa nilai investasi yang akan digelontorkan. Soal nama-nama perusahaan, Ketut juga belum membeberkannya.
"Mereka mau diajak berinvestasi ke bidang ini. Kalau tidak mau, tentu saya tidak bicara," katanya menambahkan.
Namun yang jelas, Kementan meyakini jika produksi GPS bisa dikembangkan di Indonesia, harga yang diterima para peternak akan lebih murah. Setidaknya efisiensi yang besar diperoleh dari penghematan biaya pengiriman. Selama ini, GPS diimpor dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Sementara Brasil yang baru saja memenangkan gugatan di WTO dengan Indonesia terkait perdagangan unggas juga telah mampu memproduksi GPS. Itu sebabnya, kata Ketut, Brasil ingin mengeskpor GPS ke Indonesia dan harus segera disikapi dengan pengembangan produksi dalam negeri.
Ketut menerangkan, diharapkan investasi dari para pelaku swasta bisa terealisasi tahun 2020. Sebelum itu, perlu dilakukan uji lapang dan penelitian terutama soal kualitas dan produktivitas GPS. Secara umum, satu GPPS harus bisa menghasillan 40 GPS dan setiap satu GPS harus bisa menghasilkan 40 ekor FS (final stock) yang siap dipasarkan.
Ia menuturkan, impor GPS saat ini masih dilakukan bukan lantaran faktor alam seperti iklim yang tidak mendukung. Namun karena memang belum ada kemauan untuk memproduksi GPS di dalam negeri.
"Belum ada kemauan. Jadi tantangannya bagaimana bisa memproduksi GPS yang kualitasnya sama kayak di luar negeri agar bisa bersaing," kata dia.