EKBIS.CO, JAKARTA -- Persoalan avtur kembali disinggung dalam pembahasan permasalahan penerbangan nasional. Dua maskapai yakni Garuda Indonesia dan Lion Air mengaku memiliki beban yang berat terkait harga avtur hingga tak lagi membuka beberapa rute ke daerah di Sulawesi.
Melihat persoalan tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan akan membahas langsung dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab PT Pertamina (Persero) menjadi satu-satunya perusahaan yang menjual avtur di Indonesia untuk operasional pesawat.
"Saya hubungi Pak Erick (Menteri BUMN), kita upayakan avtur harus turun," kata Budi saat melakukan rapat kerja dengan Komisi V DPR, Senin (25/11).
Budi mengakui memang ada perbedaan harga avtur di sejumlah bandara yang ada di Indonesia. Menurutnya harga avtur di Bandara Internasional Soekarno-Hatta memang rendah namun berbeda dengan bandara lainnya.
"Di Kertajati naik lima persen harga avturnya. Berbeda dengan di Soekarno-Hatta," tutur Budi.
Untuk itu, Budi menegaskan saat ini akan lebih mengupayakan untuk menurunkan harga avtur. Hanya saja hal tersebut menurutnya juga perlu keikutsertaan para maskapai dan para pemerintah daerah.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra mengatakan penetapan harga avtur dilakukan setiap tanggal 1 dan 15 bulan berjalan. "Ini memakai patokan Mean of Platts Singapore (MOPS) adalah harga yang dipublikasikan setiap hari oleh lemaga di Singapura," tutur Basuki.
Basuki memastikan harga yang dipublikasi oleh MOPS merupakan kesepakatan oleh para produsen avtur. Untuk itu, saat ini Pertamina masih mengacu kepada harga yang dipublikasi oleh MOPS.
"Harga yang dipublikasi MOPS ini diketahui oleh pembelinya, maskapai juga tahu," ujar Basuki.
Tentunya, kata Basuki, Pertamina akan mendukung Garuda Indonesia Group, Lion Air Group, dan Sriwijaya Air Group untuk membangun bisnis transportasi udara yang lebih terjangkau.
Saat ini Pertamina menurutnya melayani avtur 31 persen untuk Garuda Indonesia, 24 persen untuk Lion Air, sembilan persen untuk Citilink Indonesia, delapan persen untuk Sriwijaya Air, dan sisanya untuk maskapai lain.