EKBIS.CO, JAKARTA -- Perum Bulog mengatakan bakal lebih mengutamakan bisnis komersial ke depan untuk menyelamatkan keuangan perusahaan. Saat ini, stok beras komersial Bulog hanya sekitar 170 ribu ton dari total stok beras di gudang sebanyak 2,2 juta ton. Mayoritas stok beras yang disimpan merupakan cadangan beras pemerintah (CBP) yang penggunaannya harus sesuai izin pemerintah.
Direktur Pengadaan Bulog, Bachtiar, menuturkan, pihaknya ingin agar porsi stok beras komersial meningkat hingga 500 ribu ton. "Beras komersial kami masih rendah (volumenya), kalau pasarnya besar akan kami tingkatkan pengadaannya," kata Bachtiar di Gudang Bulog Kanwil DKI Jakarta dan Banten, Selasa (26/11).
Ia mengatakan, secara umum Bulog ingin agar dalam jangka panjang bisnis antara beras komersial dan penugasan pengadaan cadangan beras pemerintah memiliki porsi 50:50. Sebab, pendanaan Bulog yang diperoleh dari perbankan lewat kredit komersial akan jauh lebih menguntungkan jika dipakai untuk pengadaan beras komersial yang diperdagangkan bebas.
Bachtiar menuturkan, tahun depan, Bulog menargetkan pengadaan beras sebesar 1,6 juta ton, turun dari target tahun ini 1,8 juta ton. Pihaknya berharap agar dari total pengadaan itu, beras komersial bisa lebih banyak.
"Jika kita pengadaan 50 persen saja untuk beras komersial dari 1,6 juta ton, itu sudah berapa? Jadi tinggal lihat multimarket saja," kata Bachtiar.
Hanya saja, menurut Bachtiar, jika Bulog memperbesar porsi beras komersial, bisa jadi volume pengadaan CBP yang menjadi penugasa pemerintah bisa berkurang. Namun, kata dia, keberjalanan bisnis Bulog tetap akan mengacu pada situasi dan kondisi perberasan dalam negeri. Sebab, selain sebagai perusahaan, Bulog punya peran untuk melakukan stabilitasi harga dan menjaga ketahanan pangan.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah Machmud mengaku telah mendengarkan berbagai keluhan yang diungkapkan Bulog. Terutama, soal stok cadangan beras pemerintah yang menumpuk di gudang Bulog lantaran sulit disalurkan.
Penyebab penumpukan itu menurut Bulog akibat penerapan Program Bantuan Pangan Non Tunai yang pada September 2019 diterapkan 100 persen. Itu secara langsung menghilangkan pasar beras Bulog akibat kalah saing dengan merk beras swasta lainnya.
"Bukan sulit disalurkan, memang produksi kita sedang banyak. Penyaluran itu sudah ada mekanismenya untuk mengeluarkan CBP," kata Musdalifah.
Soal penurunan target pengadaan, pemerintah tak khawatir selama produksi dalam negeri masih mencukupi. Musdalifah mengatakan, pemerintah harus tetap menjaga agar persediaan beras di Bulog cukup untuk melakukan stabilitasi harga.
"Stok di Bulog itu memang punya pemerintah. Kita memang harus menjaga dan memang keluarnya agak lambat. Semoga nanti segera bisa lebih cepat disalurkan," kata Musdalifah.
Sebagai informasi CBP merupakan beras yang diadakan oleh Bulog atas penugasan pemerintah. CBP dapat digunakan untuk bantuan sosial, korban bencana, maupun operasi pasar beras ketika terjadi gejolak harga. Tanpa ada penugasan, Bulog tidak dapat menggunakan CBP itu untuk kegiatan bisnis komersial.
Sementara, uang yang digunakan untuk mengadakan CBP adalah kredit perbankan dengan bunga komersial. Pemerintah bakal mengganti pinjaman tersebut jika CBP telah disalurkan sesuai penugasan. Itu sebabnya, Bulog tengah menghadapi kondisi terjepit sehingga harus melakukan ekspansi di bisnis beras komersial.