EKBIS.CO, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mendorong pihak swasta untuk turut berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebab, sumber pembiayaan telah mencapai jumlah besar yang tidak lagi dapat dipenuhi oleh sektor publik saja.
“Sumber keuangan tradisional dari sektor perbankan menjadi terbatas karena kendala kehati-hatian jadi sudah saatnya bagi swasta untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur,” katanya di Gedung BI, Jakarta, Senin (2/12).
Sementara itu, Destry mengatakan pihaknya mengakui masih ada masalah yang perlu diatasi untuk lebih merangsang datangnya investasi swasta. Kendala itu di antaranya sinergi, koordinasi dan kebijakan antara pejabat, lembaga, serta pemerintah pusat dan daerah harus diperkuat.
“Data dan informasi infrastruktur di daerah juga harus terintegrasi dengan baik dan kualitas persiapan proyek ditingkatkan dengan lebih baik,” katanya.
Oleh sebab itu, Destry menyebutkan Bank Indonesia memiliki kerangka strategis yang diusulkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan dengan empat bidang yang ditargetkan. Pertama adalah kapasitas yang mencakup peningkatan kapasitas intermediasi bank, pemanfaatan instrumen lindung nilai yang lebih baik, dan peningkatan kualitas persiapan proyek.
Kedua adalah kebijakan untuk merangsang instrumen pembiayaan yang lebih inovatif, meningkatkan peran dan partisipasi sektor swasta, pemberian insentif fiskal, dan jaminan proyek pemerintah. Ketiga adalah koordinasi kelembagaan untuk menyelaraskan proyek infrastruktur dan pengembangan zona ekonomi.
Sedangkan keempat adalah data dan informasi untuk memperkuat pemantauan dan evaluasi penyelesaian proyek KPS di daerah perkotaan dan pedesaan. “Menarik investasi swasta tetap menjadi tantangan bagi Indonesia di tengah kondisi ekonomi yang menguntungkan,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut Destry Indonesia telah berhasil mengeluarkan sumber pembiayaan inovatif termasuk obligasi proyek, obligasi hijau, obligasi syariah, obligasi terkait Rupiah, obligasi abadi, dan produk terstruktur. Produk terstruktur tersebut di antaranya yaitu sekuritas yang didukung aset, kontrak investasi kolektif untuk investasi real estat, dan reksadana partisipasi terbatas.
“Semuanya itu berjumlah sekitar 48,97 triliun rupiah atau 3,5 miliar dolar AS pada Agustus 2019,” katanya.