Dalam mencari pekerjaan, berbeda dengan kebanyakan orang, Serlina Wijaya menyukai pekerjaan yang bersifat kompleks dan membutuhkan penyelesaian masalah. Ia merasa ada tantangan tersendiri dari jenis pekerjaan seperti ini.
“Saya tertarik dengan hal-hal yang kompleks, tertarik dengan human behavior dan psychology,” kata Serlina, perempuan milenial yang kini menjabat sebagai Chief Marketing Officer (CMO) Pegipegi, salah satu perusahaan online travel asal Tanah Air.
Tak mengherankan, begitu lulus dari Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, ia memulai kariernya di perusahaan konsultan. “Ketika lulus kuliah, job yang paling seksi waktu itu memang consulting,” ujar profesional kelahiran Medan, 27 September 1990 ini.
Industri teknologi sendiri --yang kini diminati anak-anak muda-- kala itu belum cukup menonjol, karena baru booming di tahun 2013-2014. Dalam perjalanan karier awalnya itu, Serlina sempat bekerja di tiga perusahaan konsultan, baik lokal maupun multinasional.
Di tahun 2014, sebuah travel agent di Indonesia mengajaknya bergabung. Waktu itu, cerita Serlina, perusahaan ini baru memiliki sekitar 200-an karyawan.
Serlina yang bersedia bergabung awalnya ditempatkan sebagai Manajer Pengembangan Bisnis. Kemudian dipercaya untuk memimpin tim Strategic Partnerships dengan cakupan terutama di Indonesia dan juga beberapa negara lainnya di Asia Tenggara, yang dijalaninya selama kurang lebih 4 tahun hingga pertengahan 2018.
“Saya ikut berperan mengembangkan travel agent ini, dengan fokus di bidang strategic partnership,” ujarnya. Ia mengungkapkan, awalnya perusahaan ini hanya beroperasi di satu negara dan hanya memiliki beberapa jenis produk. Kini perusahaan tersebut menjadi pemimpin pasar travel di Asia Tenggara.
Tahun lalu, Serlina mendapat tawaran bergabung dengan Pegipegi, perusahaan startup di bidang travel yang tengah berkembang. Tawaran dari Pegipegi sejak awal adalah mengisi posisi CMO. Ia memutuskan bergabung pada Mei 2018. “Saya melihat adanya peluang yang besar sekali di sini,” ujarnya.
Mengapa Serlina mau pindah dari perusahaan konsultan yang relatif lebih mapan dan punya nama ke perusahaan teknologi yang masih muda usia? “Saya ingin membuat sesuatu yang besar untuk masyarakat,” katanya.
Melalui perusahaan teknologi, ia merasa niatnya akan bisa diwujudkan. “Kalau di perusahaan konsultan, eksekusinya dilakukan orang lain, sedangkan di tech industry ini saya yang membuat strategi sekaligus mengeksekusinya,” katanya menjelaskan.
Meski Pegipegi yang didirikan pada 2012 dinilai berada di posisi tiga besar di industri online travel nasional, Serlina melihat adanya tantangan yang cukup besar di perusahaan rintisan ini. “Saya bergabung dengan Pegipegi untuk membawa platform ini ke next level dan menjadi the leading travel agent di Indonesia,” katanya. Tantangan terbesarnya, menurut dia, secara umum ada dua, yakni strategi bisnis dan organisasi.
Serlina menjelaskan, dari segi strategi, Pegipegi kuat dalam hal akomodasi hotel karena bisnis Pegipegi dimulai dari hotel, jadi kami punya advantage di sini. Sedangkan dua kompetitor--yang tidak disebutkannya secara tegas, tetapi tampaknya mengarah ke Traveloka dan Tiket.com-- bisnisnya dimulai dari tiket pesawat, sehingga memiliki advantage di sana.
Hanya saja, dari segi branding, dua kompetitor sudah memperkuatnya selama periode 2012-2018. “Kami mengalami keterlambatan dalam hal strategi branding dan marketing,” ia mengakui. Akan tetapi, Serlina optimis bisa mengejar ketertinggalan ini dan sesegera mungkin menempatkan Pegipegi di posisi leading online travel agent di Indonesia.
Ketika bergabung dengan Pegipegi, Serlina menemukan bahwa tantangan terbesarnya adalah membangun brand power Pegipegi. Alasannya, sebelum orang menggunakan produk Pegipegi, mereka harus tahu dan mencintai merek ini. “Dari segi brand power ini, kami cukup ketinggalan dari dua pesaing kami,” ujarnya.
Tantangan kedua, dari segi organisasi, yakni bagaimana organisasi bisa mengeksekusi strategi yang telah dibuat. Bukan hanya di bagian pemasaran, tetapi juga di bagian lain. “Mau secanggih apa pun strateginya, kalau eksekusinya tidak tepat, hasilnya akan tidak akan maksimal,” katanya yakin.
Tantangan konkret bagi Serlina adalah bagaimana menempatkan orang yang tepat, yang punya motivasi dan kapabilitas yang baik, sehingga bisa mengeksekusi strategi.
Menurut Serlina, ada empat strategi yang diterapkannya sebagai CMO Pegipegi. Pertama, menempatkan prinsip customer centric dalam hal apa pun yang dilakukan, termasuk pemasaran dan inovasi. “Kami harus paham siapa target pelanggan, bagaimana perilakunya, dan seperti apa demografinya,” ujarnya.
Prinsip menyentralkan pelanggan ini dimulai ketika pelanggan berinteraksi dengan aplikasi Pegipegi hingga akhirnya bertransaksi dan melakukan traveling menggunakan layanan Pegipegi.
Kedua, menciptakan produk yang simpel tetapi lengkap. Serlina meyakini tidak semua masyarakat pengguna memerlukan produk yang super canggih tetapi rumit digunakan. Melihat karakteristik kebanyakan masyarakat Indonesia, produk yang lengkap, simpel dan mudah digunakan merupakan solusi yang tepat.
Ketiga, fokus pada kawasan (region) dan area tertentu. Tidak bisa lagi melakukan strategi pemasaran secara general, karena setiap daerah berbeda. Sebagai contoh, untuk kawasan first-tier cities seperti halnya Jakarta, masyarakat lebih online-savvy, sehingga iklan untuk menyasar pelanggan melalui kanal YouTube dan media sosial merupakan hal yang relevan dilakukan, sedangkan untuk kota second-tier yang mungkin lebih tidak online-savvy, iklan melalui billboard, televisi masih sangat relevan.
Keempat, menciptakan brand essence atau identitas merek. “Identitas itulah yang diterjemahkan dalam cara kami berkomunikasi,” ujar Serlina. “Ke-4 poin strategi ini menjadi kunci kami memenangi pasar di Indonesia,” ujarnya menegaskan.
Empat strategi itu kemudian diterjemahkan dalam kampanye ke konsumen. Yang sudah diluncurkan adalah kampanye “#ButuhPegipegi” dan “PEYUK” (Promo Pegipegi Yuk). Menurut Serlina, kampanye “#ButuhPegipegi” mengusung semangat inklusivitas, yakni dengan mendorong semua orang melakukan traveling. Ia mengklaim, setelah meluncurkan kampanye ini, nilai brand power Pegipegi pada kuartal II/2019 naik sekitar 30% dibandingkan periode yang sama sebelumnya.
Agar tak kehilangan momen, kemudian Pegipegi meluncurkan kampanye “PEYUK”, yang mendorong orang-orang mau traveling dengan iming-iming promo. Hasil kampanye ini, menurut Serlina, pada jam penawaran diskon tiket pesawat dan tarif hotel, jumlah active user Pegipegi meningkat 4-5 kali dibandingkan periode normal.
Active user maksudnya adalah orang yang mencari dan akhirnya membeli tiket. Adapun jumlah transaksi secara keseluruhan naik 7-8 kali dibandingkan kondisi biasanya. “Kedua kampanye ini sangat sukses,” katanya mengklaim.
Rencana ke depan, menurut Serlina, Pegipegi mengambil arah yang berbeda dengan kompetitor utama. Pegipegi akan fokus menguatkan posisinya di bisnis travel secara keseluruhan dan secara spesifik pada traveling lokal.
“Kami (Pegipegi) memilih untuk fokus pada bisnis traveling,” ia menegaskan. Serlina melihat ada peluang terkait pemahaman terhadap kebutuhan lokal yang belum banyak dijangkau oleh kompetitor lainnya. “Karena itu, kami akan fokus memenuhi kebutuhan lokal yang unik ini,” ujarnya optimis.
Rencana ke depan lainnya, Pegipegi akan menguatkan citra Indonesia dari mereknya. “Kami sedang kembangkan big projectnya, mungkin akan diluncurkan sekitar pertengahan 2020,” katanya.