Kamis 05 Dec 2019 05:30 WIB

Regulasi E-Commerce Belum Selesaikan Masalah Pajak Digital

Pelaku usaha e-commerce wajib mengutamakan menjual produk dalam negeri.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pajak kegiatan ekonomi digital.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Pajak kegiatan ekonomi digital.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menuturkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sudah memperlihatkan langkah awal pemerintah memperluas status Badan Usaha Tetap (BUT). Dari semula mengandalkan kehadiran fisik, kini mulai melangkah ke arah konsep significant economic presence.

Tapi, Darussalam menuturkan, persoalan pemajakan atas Penyelenggara PMSE luar negeri belum tentu rampung dengan memperluas status BUT. "Ibaratnya, itu baru menjamin hak pemajakan namun belum menjamin alokasi pajak yg adil," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (4/12).

Baca Juga

Darussalam mengatakan, cara yang menjamin alokasi pajak secara lebih adil sesungguhnya jauh lebih rumit dari perluasan status BUT. Akan tetapi pengalaman dari India dan Prancis atas pajak yang berbasis turnover (pajak final) dapat dipertimbangkan pemerintah.

Saat ini, Darussalam menuturkan, dunia internasional sedang menyusun konsensus mengenai cara menjamin pemajakan yang adil antara pelaku usaha digital dengan konvensional. Direncanakan, pada tahun depan akan ada finalisasi terkait isu itu.

Darussalam menilai, proposal yang sudah diajukan dalam konsensus lebih berpihak bagi negara pasar seperti Indonesia. "Namun demikian, Indonesia perlu mengantisipasi seandainya konsensus tidak tercapai melalui perumusan kebijakan domestik," tuturnya.

Pemerintah resmi mengatur PMSE melalui PP 80/2019 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November dan diundangkan pada 25 November 2019.

Pengaturan perdagangan pada umumnya telah diatur dalam  regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Hanya saja, PMSE belum diatur secara mendetail. Oleh karena itu, PP 80/2019 diterbitkan demi terselenggaranya sistem perdagangan yang adil dan terpercaya serta melindungi kepentingan konsumen.

Sebelumnya, pemerintah juga sempat merilis PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Berbeda dengan regulasi ini, PP 80/2019 lebih mengatur aspek hukum perdagangan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan sistem elektronik.

Melalui regulasi terbaru ini, para pihak harus memperhatikan beberapa hal dalam PMSE. Yaitu, prinsip itikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan serta  adil dan sehat.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin menegaskan, regulasi ini merupakan bukti upaya pemerintah untuk menciptakan level playing field. Tidak terkecuali antara pelaku usaha dalam negeri dengan luar negeri.

Rudy menuturkan, apabila pelaku usaha asing secara aktif mengkapitalisasi pasar Indonesia atau melewati threshold, maka mereka harus hadir di Indonesia. “Ketentuan lebih rinci akan diuraikan dalam Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan),” katanya.

Di sisi lain, Rudy menambahkan, PP 80/2019 juga akan banyak membantu program pemerintah dalam meningkatkan promosi produk lokal. Sebab, dalam Pasal 12, tercantum bahwa pelaku usaha yang melakukan PMSE harus mengutamakan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saingnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement