EKBIS.CO, JAKARTA -- Salah satu upaya untuk melepas ketergantungan dari pasokan gas untuk industri pupuk adalah gas yang didapat dari pengolahan turunan batu bara. Teknik ini disebut gasifikasi batu bara.
Sayangnya, ditengah harga batu bara yang anjlok proyek ini belum bisa menghasilkan gas dengan harga yang kompetitif.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat menjelaskan pihaknya sudah pernah bekerjasama dengan PT Bukit Asam (PTBA) untuk membangun gasifikasi batu bara di Tanjung Enim. Namun, proyek ini ternyata belum bisa terealisasi segera karena investasi yang besar membuat harga gas yang dihasilkan masih mahal.
"Kami melakukan studi untuk mengubah dari gas menggunakan batu bara. Di sumsel sudah ada kerja sama dengan PTBA buat gasifikasi. Tapi investasinya ini besar. Dan gas yang dikeluarkan gas itu besar harganya. Diatas 8 dolar AS sampai 11 dolar AS per mmbtu. Itu jadi gak ekonomis," ujar Asikin di Komisi VII DPR RI, Kamis (5/12).
Untuk itu, kata Asikin pasokan gas alam yang selama ini menjadi topangan industri pupuk masih dibutuhkan. Meski memang secara harga yang dipatok pemerintah maksimal enam dolar AS juga masih dinilai tinggi.
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Djoko Siswanto juga mengamini hal ini. Ia menjelaskan secara uji lab gasifikasi batu bara memang bisa dilakukan. Hanya saja, ketika hal ini dijadikan komersial dalam skala besar maka belum ekonomis.
"Untuk skala lab bisa. Tetapi pas mau skala komersial, harganya bisa sampai 14 dolar AS per mmbtu. Sehingga ini dinilai kurang eknomis. Jadi, pelaksanaannya tertunda," ujar Djoko.