EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mulai menerapkan penuh penggunaan Kartu Tani untuk penyaluran subsidi pupuk pada tahun 2020. Kementerian Pertanian menyatakan, sambil diterapkan Pemerintah akan terus memonitor kelebihan dan kekurangan dari Kartu Tani.
Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan, berdasarkan Rencana Kebutuhan Kelompok (RDKK) terdapat 10,7 juta petani yang berhak mendapatkan subsidi pupuk. Dengan kata lain, akan ada 10,7 juta penerbitan Kartu Tani tahun depan.
"Tahun depan mulai efektif dan kita maksimalkan. Kita sudah kerja sama dengan Bank Mandiri, BNI, dan BRI untuk pengadaan Kartu Tani," kata Sarwo saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat di Komisi IV DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12) lalu.
Ia menjelaskan, sosialisasi telah dimulai sejak tahun 2018 di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Sisanya, sosialisasi dilakukan sepanjang tahun ini. Kementan menganggap, petani sudah siap untuk menggunakan Kartu Tani dalam membeli pupuk bersubsidi di agen-agen yang ditunjuk Pupuk Holding.
Saat ini, Sarwo menerangkan bahwa pengadaan Kartu Tani sudah mencapi enam juta keping. Namun, yang baru berjalan dan digunakan petani baru 10 persen atau sekitar 600 ribu keping karena masih dalam tahap uji coba. Adapun untuk harga pupuk bersubsidi belum ada perubahan.
Kendati telah menggunakan sistem kartu dalam penyalurannya, Sarwo tak menutup kemungkinan bahwa mekanisme tersebut bisa jadi memiliki kekurangan.
Ia mengatakan, Kementan akan terus mengkaji positif dan negatif dari program Kartu Tani. Terutama yang berkaitan dengan celah-celah penyalahgunaan subsidi pupuk di lapangan. Di sisi lain, Sarwo menegaskan bahwa pemberian pupuk bersubsidi ke depan harus memberikan dampak nyata bagi kenaikan produktivitas padi.
Sebagai informasi, tahun depan pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 26,6 triliun untuk 7,94 juta ton. Alokasi tersebut mengacu pada luas lahan baku sawah yang saat ini masih dipegang pemerintah yakni 7,1 juta hektare. Luas baku sawah berkaitan erat dengan area pertanaman padi berikut kebutuhan pupuknya.
Secara rinci, pupuk urea sebanyak 3,27 juta ton senilai Rp 11,34 triliun, SP-36 sebanyak 500 ribu ton senilai Rp 1,65 triliun, ZA sebanyak 750 ribu ton setara Rp 1,34 triliun, serta NPK sebanyak 2,7 juta ton dengan nilai Rp 11,12 triliun. Terakhir yakni pupuk organik atau kompos kualitas tertentu senilai Rp 1,14 triliun
Di tempat berbeda, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menegaskan anggaran subsidi pupuk tiap tahunnya sangat besar. Namun, produktivitas padi tidak meningkat secara signifikan. Saat ini, rata-rata produktivitas padi hanya 5,2 ton per hektare.
Syahrul menginginkan agar rata-rata produktivitas bisa naik menjadi 7 ton per hektare. Ia sekaligus meminta Kejaksaan Agung untuk ikut melakukan pengawasan distribusi subsidi pupuk di tiap-tiap daerah. "Dipikir anggaran itu kecil kah? Sudah dikasih subsidi pupuk tapi produtitvitas tetap rendah. Saya butuh Jaksa Agung untuk ikut mengaswasi ini. Jangan sampai pupuk yang sampai ke petani tidak sesuai dengan RDKK," kata Syahrul.
Pemerintah, lanjut Syahrul, juga akan melakukan pemetaan distribusi pupuk. Saat ini pupuk didistribusikan hingga lintas pulau. Menurut dia, pupuk yang diproduksi di Kalimantan harus diperuntukkan bagi petani di Kalimantan. Dengan begitu, pengawasan dapat lebih mudah dan distribusi subsidi bisa lebih tertib.
Sementara itu, Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia (Persero), Achmad Tossin Sutawikara memastikan, kebutuhan pupuk sebanyak 7,9 juta ton di tahun depan akan dipenuhi Pupuk Holding. Namun, Tossin menjelaskankan bahwa dipastikan akan ada dinamika jumlah kebutuhan pupuk selama satu tahun.
"Nanti, kalau ada perubahan, kita ubah saja dan usulkan ke Kementerian BUMN sebagai pemegang saham," kata dia.
Terkait ketersediaan gas dalam proses produksi, perseroan masih terus berkomunikasi dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM agar memasok gas sesuai kebutuhan Pupuk Holding.