EKBIS.CO, JAKARTA -- Kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh oleh tekanan global akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Industri perbankan pun menyikapinya dengan menargetkan penyaluran kredit yang lebih tinggi dari tahun ini atau kisaran 11 persen-13 persen.
Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengatakan kondisi industri perbankan Indonesia akan tumbuh positif pada tahun depan. Sebab, komposit dari pada pertumbuhan kredit tahun depan di atas realisasi pada tahun ini.
"Jika tahun ini realisasi penyaluran kredit paling bagus level 9 persen, tahun depan batas bawah pertumbuhan kredit posisi 11 persen. Sedangkan untuk batas atas kisaran 13 persen," ujarnya di Jakarta, Senin (16/12).
Khusus untuk BNI, ungkap Ryan, perseroan memproyeksikan pertumbuhan kredit kisaran 13 persen-15 persen. Angka tersebut lebih rendah dari target sebelumnya karena saat ini perang dagang antara China dan AS masih terjadi dan cenderung memanas.
"Sektor indutri yang menyumbang pertumbuhan relatif tidak berubah, yang menyumbang NPL juga masih sama sektor manufaktur, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Tetapi intinya dibalik optimisme bank-bank kehati-hatian bank justru meningkat,” ucapnya.
Menurutnya optimisme pertumbuhan kredit tersebut sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bisa tembus lima persen. Setidaknya perekonomian Indonesia diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh karena Indonesia bukan pemain ekspor global di tengah perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
"Perekonomian dunia memang masih mengalami tekanan, meski demikian, pengaruhnya tidak sampai memangkas pertumbuhan ekonomi nasional besar-besaran. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap mampu mencapai sekitar 5 persen karena ditopang konsumsi rumah tangga," kata Ryan.
Ke depan, menurut dia, Indonesia perlu menjaga tingkat konsumsi rumah tangga domestik agar pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh signifikan pada tahun depan. Sekaligus mendorong tingkat investasi dan kinerja ekspor dalam negeri.
"Pengeluaran pemerintah yang besar bisa memberikan sinyal positif bagi kalangan pengusaha untuk ikut bersiap mengeluarkan belanjanya. Pengeluaran pemerintah juga diperlukan untuk menjaga masyarakat tetap mendapatkan pekerjaan. Bahkan, pengeluaran pemerintah melalui bantuan sosial (bansos) juga dibutuhkan terlepas dari apapun bentuknya," jelasnya.