Selasa 17 Dec 2019 05:32 WIB

Bank Muamalat dan Citra Ekonomi Syariah Indonesia

Penyehatan Bank Muamalat harus dilakukan langsung oleh Presiden Jokowi.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Bank Muamalat Achmad Kusna Permana dan Komisaris Utama Bank Muamalat Ilham Habibie memberikan pernyataan usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Muamalat Tower, Jakarta, Senin (16/12).
Foto: dok. Bank Muamalat
Direktur Bank Muamalat Achmad Kusna Permana dan Komisaris Utama Bank Muamalat Ilham Habibie memberikan pernyataan usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Muamalat Tower, Jakarta, Senin (16/12).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Langkah penyehatan Bank Muamalat dinilai akan menjadi sorotan dunia, khususnya pelaku ekonomi syariah global. Apalagi setelah pemerintah Indonesia berambisi ingin menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 sesuai yang tertuang dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024.

Direktur Bank Muamalat pertama pada 1991, Zainulbahar Noor menyampaikan penyehatan bank syariah pertama di Indonesia ini harus dilakukan langsung oleh presiden. Pasalnya, kondisi Bank Muamalat sudah terlampau khusus.

Baca Juga

"Saya merasa cara yang paling cepat agar bank syariah pertama betul menjadi bank terkemuka harus dari presiden, supaya cepat," katanya di Jakarta, Senin (16/12).

Dengan modal dan aset yang terus tergerus, tidak mudah mencari investor atau pemegang saham baru. Kebutuhan modal baru sekitar Rp 4-8 triliun sudah terlampau besar bagi calon investor. Akan lebih rasional jika digunakan untuk membuat entitas baru saja.

"Kalau pemegang saham baru memasukan Rp 4 triliun itu kan dilihat banknya, masih nunggu beberapa waktu walaupun prospek bagus, lebih bagus dia beli bank baru, buat bank baru itu mudah sekali," katanya.

Maka dari itu, peran presiden sangat dibutuhkan. Jika upaya penyehatan diabaikan, citra Indonesia bisa jadi taruhan. Pemberitaan Bank Muamalat akan roboh, katanya, tidak baik tidak hanya untuk pemegang saham utama yakni Islamic Development Bank (IDB) tapi juga pemerintah Indonesia.

Pemerintah dianggap tidak bisa menjamin dan menjaga keamanan dari investasi asing di dalam negeri. Terlebih, ini merupakan investasi di segmen ekonomi syariah yang menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun kedepan.

"Itu kan memalukan Indonesia yang bisa dinilai tidak bisa menjaga investasi untuk membesarkan bank islam, untuk besarkan ekonomi islam," katanya.

Maka dari itu, peran presiden perlu kembali digerakkan seperti pada saat awal mula Bank Muamalat berdiri. Saat dulu Presiden Soeharto mendirikan bank syariah tanpa Undang-Undang, melobi Gubernur Bank Indonesia langsung, hingga menggunakan istana negara untuk mengumpulkan saham perdana.

Soeharto mengerahkan semua menterinya untuk ikut menjual saham, mengumpulkan mayoritas saham dari perusahaan-perusahaan besar yang diundang, hingga sekitar empat tahun berturut-turut meminta Menteri Agama agar jamaah haji beli saham. Hingga Bank Muamalat memiliki pemegang saham hingga 800 ribu ketika itu.

Total aset Bank Muamalat per September 2019 tercatat Rp 53,5 triliun, turun dari Rp 57,2 triliun per Desember 2018. Sementara modal inti tercatat Rp 3,56 triliun pada September 2019, tergerus dari Rp 3,82 triliun pada Desember 2018.

Posisi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau rasio kecukupan modal berada di level 12,43 persen pada September 2019, naik dari 12,12 persen (yoy). Sementara rasio kredit bermasalah NPF gross sebesar 5,64 persen, naik dari 2,98 persen (yoy). Laba tercatat Rp 20 miliar per September 2019, turun dari Rp 108 miliar (yoy).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement