Investor berpeluang memperoleh imbal hasil cukup tinggi lantaran rata-rata harga properti di Jepang mengalami tren peningkatan. Transaksi properti semakin atraktif di negeri ini karena harganya relative murah dibandingkan Singapura dan harga lahan di Tokyo, Osaka, Hokkaido, Miyagi, Okinawa, Kyoto, dan Fukuoka pada awal tahun ini meningkat sekitar 1,3-9,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Saat ini adalah peluang emas untuk berinvestasi properti di Jepang lantaran proyeksi populasi penduduk Jepang akan bertambah di tahun 2045. Lalu jumlah wisatawan asing akan meningkat ketika diselenggarakan Piala Dunia Rugby 2019, Olimpiade Tokyo 2020, dan World Expo 2025. Juga membangun kawasan hiburan serta arena ketangkasan yang bakal menggairahkan industri properti. Apa saja peluangnya?
Jones Lang LaSalle (JLL) Global Capital Flows menyebutkan nilai transaksi real estate di Asia Pasifik pada semester I/2019 menembus rekor senilai 86 miliar dolar AS. Transaksi properti di Asia Pasifik, menurut laporan yang dirilis pada Agustus 2019 itu, tercatat sebagai satu-satunya kawasan yang mencatat pertumbuhan sebesar enam persen secara global apabila dibandingkan tahun lalu.
Tingkat imbal hasil (return) investasi properti di kawasan ini diperkirakan mencapai return yang relatif tinggi di akhir tahun 2019 ini. Penurunan pasar properti di negara utama, seperti Amerika Serikat dan Eropa, memicu investor mencari imbal hasil di Asia Pasifik, termasuk pasar properti di Jepang.
Peluang berinvestasi properti di Jepang diyakini menawarkan return yang relatif menarik seiring dengan kian atraktifnya investor global memborong properti di negara ini. Sebagai contoh, investor membeli gedung-gedung perkantoran di beberapa prefektur dan distrik di negeri Sakura ini. Misalnya, Thakral Corporation Ltd dari Singapura membeli gedung perkantoran di Osaka pada November 2018.
Kemudian Gaw Capital asal Hongkong pada Maret 2019 membeli gedung perkantoran di distrik Minato-ku, Tokyo. Kemudian firma investasi asal Amerika Serikat, Blackstone Group, mengucurkan dana senilai 600 miliar yen untuk membeli beragam aset properti dalam lima tahun terakhir ini. Contohnya Blackstone Group pada Agustus 2018 membeli Edobori Center Building, gedung perkantoran di Edobori, Osaka, yang nilai pembeliannya ditaksir senilai 15 miliar yen atau setara US$ 130 juta.
Berpijak dari data-data itu, PT Tokio Properti Servis Jakarta (Tokio Jakarta) dan Tokio Property Services Pte Ltd (Tokio Singapura), perusahaan broker properti yang beroperasi di Jakarta dan Singapura, menyodorkan peluang berinvestasi properti kepada investor Indonesia.
“Kami mengajak investor global, termasuk investor dari Indonesia untuk membeli dan berinvestasi properti di Jepang. Pemerintah Jepang memberikan benefit untuk investor yang memudahkan warga negara asing membeli lahan di Jepang. Biasanya, kemudahan dan izin warga asing membeli lahan di beberapa negara-negara tujuan investasi lainnya lebih sulit dibandingkan Jepang,” ungkap Toru Takano, Managing Director/Direktur Pelaksana Tokio Jakarta dan Tokio Singapura. Tokio Jakarta adalah broker properti berlisensi yang tercatat sebagai anggota di Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI).
Alasan Tokio Jakarta merekomendasikan investor Indonesia untuk segera membeli properti di Jepang disebabkan momentumnya sangat tepat karena industri properti Jepang kian positif. “Tren harga properti di Jepang mengalami peningkatan di lima tahun terakhir ini. Kami menyediakan pilihan berinvestasi di residensial, gedung perkantoran, dan hotel,” ujar Takano.
Pendapat Takano ini selaras dengan kajian Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang yang pada Maret 2019 merilis survei tren peningkatan harga lahan di Jepang itu mendorong pertumbuhan industri properti di semua sektor. Seperti dilansir dari kantor berita NHK, survei kementerian ini menyebutkan harga lahan residensial di Tokyo naik 4,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Return investasi properti di rural area, seperti Tokyo berkisar 3-5 persen per tahun,” sebut Takano.
Dia menyebutkan investor institusi, yakni perusahaan Indonesia, membeli properti di Jepang. “Beberapa perusahaan Indonesia membeli properti di kawasan bisnis dan rural urban di Jepang,” ucap Takano.
Oleh karena itu, Takano menyebutkan investor institusi dan ritel ndonesia berpeluang mendapatkan imbal hasil yang relatif tinggi karena suku bunga di Jepang cukup rendah, yakni sebesar 2% dan tren harga properti diproyeksikan meningkat dalam tempo jangka pendek-panjang. Proyeksi ini merujuk ke berbagai data-data yang dirilis berbagai lembaga.
Menurut kajian perusahaan pengembang properti Jepang, harga lahan di Tokyo, Osaka, Hokkaido, Miyagi, Okinawa, Kyoto, dan Fukuoka pada awal tahun ini meningkat sekitar 1,3-9,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Rinciannya, harga lahan di Okinawa meroket sebesar 9,3 persen, disusul Tokyo dan Miyagi 4,2 persen, Fukuoka 3,2 persen, Kyoto 3 persen, Osaka 1,6 persen, dan Hokkaido 1,3 persen.
Berikutnya, JLL merilis laporan bertajuk ‘Hotel Investment Highlights’ pada Oktober 2019 yang menyebutkan pasar hotel di Jepang menarik minat para investor dunia. Investasi perhotelan di Jepang pada Januari-Juni 2019 membukukan transaksi tertinggi di Asia-Pasifik, yakni sebesar 1,14 miliar dolar AS atau 32 persen dari jumlah total transaksi pembelian hotel di Asia-Pasifik pada periode itu yang mencapai 4,5 miliar dolar AS.
Sentimen positif ini antara lain disebabkan oleh proyeksi pertumbuhan wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang di masa mendatang. Jumlah kunjungan wisatawan asing ke Jepang pada 2020 diestimasikan bakal naik menjadi 40 juta. Angka ini diyakini akan bertambah mencapai 50 juta di tahun 2025 dan 60 juta di tahun 2030.
Proyeksi jumlah wisatawan ini akan melampaui jumlah wisatawan asing ke Jepang di tahun 2018 yang mencapai 31,8 juta atau naik 8,7 persen dibandingkan tahun 2017. Wisawatan asal Indonesia yang plesiran ke Jepang di tahun lalu itu sebanyak 396,900 ribu dan menempati peringkat kesebelas di daftar Top 20 negara asal wisatawan yang berkunjung ke Jepang.
JLL meyakini tren pertumbuhan jumlah wisatawan ke Jepang akan berlanjut di 2019 yang pertumbuhannya diprediksi mencapai 12 persen dan memacu investor untuk mengeksplorasi peluang bisnis perhotelan di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka. Berdasarkan laporan JLL, permintaan dari investor institusi, termasuk dari Jepang, bakal tumbuh karena biaya pinjaman yang rendah serta ekspektasi pertumbuhan pasar yang berkelanjutan yang ditopang oleh acara-acara skala besar yang akan diselenggarakan di negara tersebut.
Yaitu penyelenggaraan Rugby World Cup pada 20 September-2 November 2019 dan Olimpiade 2020 di Tokyo. Lalu World Expo 2025 di Osaka serta pembangunan jalur kereta super cepat Linear maglev (The Magnetic Levitation Train) Shinkansen yang menghubungkan Tokyo-Nagoya-Osaka di tahun 2027.
Tak hanya hotel, tren harga kondominium pun melonjak. Merujuk data The Real Estate Economic Institute, rata-rata harga kondominium di Tokyo pada 2018 dibanderol seharga 642 ribu dolar AS/unit atau menyentuh rekor harga tertinggi sejak tahun 1991. “Harga kondominium segmen medium di Jepang sekitar 600 ribu dolar AS per unit, lebih murah dibandingkan harga kondominium di kota-kota besar di Asia Pasifik yang berkisar 1 juta hingga 1,5 juta dolar AS,” Takano menjelaskan.
Harga yang relatif rendah ini merupakan momentum yang tepat untuk investor mengucurkan dananya ke pasar properti Jepang. “Kami menghimbau investor Indonesia untuk segera berinvestasi ke properti Jepang karena momentumnya sangat tepat, yakni harganya relatif murah dan prospek return yang cukup tinggi di masa mendatang,” ujar Takashi Hara, Direktur PT Tokio Properti Servis Jakarta (Tokio Jakarta).
Hara menyebutkan Tokio Jakarta yang berkantor di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, menyediakan jasa untuk memudahkan calon investor membeli properti di Jepang. Ia mengilustrasikan apabila investor institusi dan ritel ingin membeli apartemen untuk disewakan kepada ekspatriat di Jepang, maka Tokio Jakarta akan merekomendasikan investor untuk membeli kondominium atau apartemen di pusat bisnis yang umumnya dikelilingi para ekspatriat yang berkantor di kawasan ini.
”Alur investor sebelum membeli properti adalah menyampaikan kepada kami mengenai tujuan dan target investasinya. Setelah itu, kami merekomendasikan jenis properti dan kawasan yang cocok agar tujuan investasi para investor Indonesia semakin optimal,” tutur Hara menjelaskan. Tokio Jakarta akan memungut fee sebesar tiga persen dari nilai total transaksi yang direalisasikan investor.
Investor Indonesia, seperti ditambahkan Takano, berpotensi mendapatkan pendapatan pasif dan imbal hasil dari aset properti yang dibelinya, seperti di area yang banyak dihuni para ekspatriat. Di distrik Shinjuku, misalnya, populasi warga asing sebesar 10 persen atau 948 ribu jiwa dari jumlah total penduduk Tokyo sebanyak 9,48 juta jiwa.
Shinjuku merupakan salah satu distrik dari 23 distrik di Tokyo. Distrik di Tokyo lainnya, yakni Toshima dan Arakawa dihuni penduduk asing sebanyak delapan persen. “Kawasan wisata di negara kami juga memberikan peluang return untuk investor Indonesia yang membeli properti daerah wisata,” ujar Takano menegaskan. Sebagai contoh, harga lahan di resort es di Kutchan, Hokkaido di tahun lalu itu melonjak sebesar 59 persen.
Dengan demikian, peluang investor Indonesia mencetak gain terbuka lebar apabila membeli properti di kawasan wisata. Jumlah wisatawan asing ke Jepang diproyeksikan bertambah banyak sehingga menopang iklim investasi properti di negeri Matahari Terbit.
Kemudian, jumlah populasi penduduk Jepang diyakini bakal bertambah banyak di tahun 2045. Saat ini, populasi penduduk Jepang didominasi penduduk non produktif berusia 65 tahun ke atas. Proyeksi ini ditegaskan oleh Blackstone Group Jepang yang mengklaim populasi penduduk di empat kota besar, yaitu Tokyo, Osaka, Nagoya, dan Fukuoka, semakin bertambah banyak.
Di Tokyo, menurut data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, jumlah penduduk yang bermigrasi dari luar daerah ke Tokyo di tahun 2018 mencapai 79,844 orang, naik 9,2 pesen dari tahun 2017.
Kementerian ini menyebutkan urbanisasi terpantau di delapan prefektur (provinsi), yaitu Tokyo, Saitama, Kanagawa, Chiba, Aichi, Fukuoka, Osaka, dan Shiga. Data ini menegaskan kebutuhan properti di Jepang akan meningkat seiring dengan bertambahnya populasi penduduk.