Jumat 20 Dec 2019 20:06 WIB

Stok Bawang Merah Jelang Tahun Baru Aman Terkendali

Stok bawang merah terkendali karena berjalannya sistem pemantauan dan pengendalian

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sebanyak 28 juta jiwa penduduk Jabodetabek memiliki kebutuhan bawang merah harian sekitar 467 ton. Saat ini (20/12), termonitor bawang merah yang masuk melalui PIKJ naik sebanyak 94 ton dengan harga Rp 34 ribu per kg. Bawang merah berasal dari sentra pemasok Jabodetabek seperti Garut, Majalengka, Cirebon, Temanggung dan Pamekasan.
Foto: Kementerian Pertanian
Sebanyak 28 juta jiwa penduduk Jabodetabek memiliki kebutuhan bawang merah harian sekitar 467 ton. Saat ini (20/12), termonitor bawang merah yang masuk melalui PIKJ naik sebanyak 94 ton dengan harga Rp 34 ribu per kg. Bawang merah berasal dari sentra pemasok Jabodetabek seperti Garut, Majalengka, Cirebon, Temanggung dan Pamekasan.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Mendekati penghujung tahun, banyak pihak kerap mengkhawatirkan terjadinya tekanan inflasi, terutama dipicu kelompok pengeluaran bahan makanan. Salah satu komoditas yang acapkali menjadi sorotan adalah bawang merah. Sebagai salah satu bahan pokok penting (bapokting) non substitusi, bawang merah harus tersedia cukup untuk 267 juta penduduk Indonesia.

Secara rutin, angka kebutuhan bawang merah nasional bulan Desember naik 5 persen menjadi 110 ribu ton. Rata-rata konsumsi masyarakat Jabodetabek berkisar antara 13-14 ribu ton per bulannya. Angka yang terbilang besar ini menjadi PR bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas produksi dan harga di seluruh Indonesia.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura, memiliki instrumen untuk memantau stok dan harga bawang merah setiap hari baik di tingkat petani maupun pasar. Sistem pemantauan dan pengendalian dini tersebut dikenal dengan istilah Early Warning System atau disingkat EWS.

Sistem tersebut menjadi alat peringatan dini atas kejadian yang mungkin terjadi beberapa bulan ke depan khususnya untuk komoditas hortikultura, sekaligus melakukan sejumlah langkah antisipasi dan mitigasi resiko.

Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto pertama kali memperkenalkan sistem monitoring cabai dan bawang merah berbasis EWS tersebut. EWS mengembangkan perkiraan produksi berdasarkan luas panen yang dihitung sejak waktu tanam dengan melihat realisasi tanam. Khusus bawang merah, umur panen rata-rata berkisar antara 60-80 hari sesudah tanam sesuai jenis dan varietasnya.

"Meskipun prinsip kerjanya sederhana, EWS menuntut suplai data yang akurat terutama data luas tambah tanam (LTT) serta data harga di tingkat petani maupun pasar. Data aktual tersebut ditabulasikan berdasarkan laporan petugas daerah yang disampaikan secara rutin ke pusat. Data yang masuk juga harus dipastikan sinkron dengan data BPS," ujar Dirjen yang akrab dipanggil Anton ini.

Dengan modal data yang akurat tersebut, kata Anton, sistem EWS dinilai mampu memprediksi ketersediaan bawang merah dan trend harga sampai dengan tiga bulan ke depan dengan tingkat error kurang dari 5 persen.

Hal ini sejalan dengan program Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang merumuskan gagasan sistem Komando Strategis Teknis Pertanian (Kostra Tani) yang berada di setiap kecamatan. Pengendalian pangan dan pertanian ini dilakukan sebagai bagian dari upaya ketahanan pangan.

EWS sebagai Peringatan Dini Pemerintah

Sejak pertengahan September lalu, EWS bawang merah telah memberikan informasi sekaligus peringatan dini atas kondisi bawang merah pada November-Desember 2019. Berdasarkan data yang dihimpun, tercatat ketersediaan bawang merah di bulan November dan Desember mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

"Produksi Desember hanya 96 ribu ton, terbesar ditopang dari Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Pada Januari, surplus produksi tercatat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan sejumlag 140 ribu ton. Musim kemarau berkepanjangan disinyalir menjadi penyebab utama keterlambatan tanam yang berimbas pada penurunan produksi 2 bulan berikutnya," tutur Anton.

Meski terdapat penurunan produksi, EWS juga mencatat masih tersedianya stok ( carry over) bawang merah dari hasil panen di bulan-bulan sebelumnya sebanyak 200 ribu ton. Akumulasi pada Desember 2019 yaitu 190 ribu ton. Stok sebanyak itu diidentifikasi tersebar di petani (sebagai persediaan benih), gudang penyimpanan petani/pengepul, industri serta di rumah tangga seluruh Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bawang merah kering mampu disimpan hingga beberapa bulan. Dengan demikian, meskipun di bulan tertentu produksi berkurang, sejatinya stok tetap mencukupi. Berdasarkan EWS bawang merah, neraca kumulatif pada Desember sampai dengan Januari 2020 ini dipastikan masih mencukupi kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan bawang merah Jabodetabek

Sebanyak 28 juta jiwa penduduk Jabodetabek memiliki kebutuhan bawang merah harian sekitar 467 ton. Saat ini (20/12), termonitor bawang merah yang masuk melalui PIKJ naik sebanyak 94 ton dengan harga Rp 34 ribu per kg. Bawang merah berasal dari sentra pemasok Jabodetabek seperti Garut, Majalengka, Cirebon, Temanggung dan Pamekasan.

Perambatan harga bawang merah akhir-akhir ini disebabkan karena stok lapang terkonsentrasi di beberapa sentra besar seperti Brebes, Bima, Enrekang, Nganjuk hingga Solok. Sementara sentra-sentra kecil dan menengah lainnya rata-rata mengalami kekurangan produksi. Akibatnya harus ada tambahan biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk distribusi dari sentra-sentra besar ke daerah-daerah yang mengalami kekurangan pasokan

Kondisi tersebut diperkirakan tidak akan berlangsung lama. Mulai awal November sudah dimulai penanaman bawang merah yang cukup masif. Beberapa sentra bahkan ada yang sudah memasuki panen raya terutama di wilayah Demak, sebagian Brebes, Weleri, Solok dan Enrekang. Secara nasional, pemantauan harga (19/12), bawang merah di tingkat petani terendah di Bojonegoro yaitu Rp 14 ribu per kilogram dan tertinggi di Brebes yang mencapai Rp 27 ribu per kg. Harga tersebut terhitung masih wajar mengingat biaya pokok produksi di tingkat petani berkisar antara 10 - 12 ribu per kilonya, kondisi konde basah atau sebelum dikeringkan.

Kontribusi Inflasi Bawang Merah Makin Kecil

Sejak 2017 kontribusi inflasi bahan makanan menjelang hari besar keagamaan (HBKN) dan hari besar nasional terbilang aman dan sudah tidak lagi menjadi momok yang menakutkan. Kontrol ketat serta intervensi pemerintah terhadap komoditas strategis bawang merah melalui program perluasan tanam kawasan bawang merah, penetapan harga acuan pembelian, pengawasan intensif Satgas Pangan serta jejaring kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang tersebar di seluruh daerah menjadikan pasokan dan harga relatif stabil sampai saat ini.

Bahkan, pada 2018 tercatat deflasi berturut-turut terjadi pada Juli sampai Agustus 2019 di mana harga bawang merah di tingkat petani sempat mencapai titik terendah yaitu Rp 6 ribu per kg. Tak sedikit petani berteriak hingga menangis, namun hebatnya mereka masih tetap tidak jera menanam dan menanam lagi.

Natal dan Tahun Baru Aman

Sejak teridentifikasi adanya potensi produksi berkurang sekitar 2 bulan lalu lewat EWS, Kementerian Pertanian bersama stakeholder terkait telah mengambil langkah strategis dengan menggelontorkan APBN untuk pertanaman di luar musim (off season), bantuan benih bawang merah, mendorong penanaman di daerah yang mengalami kekurangan, serta berbagai langkah strategis lainnya.

"Berbagai upaya kita lakukan demi keamanan stok bawanh merah ini. Terlepas dari segala keterbatasan atas upaya ekstra pemerintah bersama stakeholder terkait tersebut, masyarakat sudah semakin sadar dan percaya bahwa bawang merah bukanlah alasan untuk tidak merayakan Natal dan Tahun Baru dengan penuh kedamaian dan sukacita. Selamat merayakan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 bersama keluarga tercinta," ujar Anton.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement