EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan stok pangan asal hewan yakni daging, telur ayam ras dan daging sapi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yakni Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 dalam kondisi aman. Dengan demikian, kebutuhan pangan hewani tersebut tercukupi sehingga tidak terjadi gejolak harga (stabil).
Demikian disampaikan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Syamsul Ma'arif yang mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita pada acara Konferensi Pers terkait Ketersediaan Pasokan dan Harga Pangan Asal Hewan Menjelang Hari Raya Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, di Kantor Pusat Kementan, Senin, (23/12).
Berdasarkan data Ditjen PKH sesuai laporan realisasi produksi secara online dari para pelaku usaha perunggasan, potensi produksi tahun 2019, serta data konsumsi daging ayam ras sesuai hasil Kajian Konsumsi Bahan Pokok (Bapok) BPS 2017 sebesar 12,13 kg per kapita per tahun, diperkirakan kebutuhan daging ayam tahun 2019 adalah sebesar 3.251.745 ton. Sedangkan ketersediaan daging ayam adalah 3.488.709 ton.
"Dalam tahun 2019 ini terdapat surplus produksi daging ayam sebesar 236.964 ton, atau rata-rata surplus sebesar 19.747 ton per bulan," sebut Syamsul.
Menurutnya, surplus ini selain sebagai buffer stock juga berpotensi menjadi sumber devisa melalui ekspor atau pun diolah menjadi produk olahan untuk menambah nilai jualnya. Karena itu, Syamsul menekankan pentingnya peningkatan mutu dan keamanan produk pangan dan non pangan asal hewan dalam rangka pemenuhan persyaratan negara tujuan ekspor.
"Ekspor diharapkan dilakukan oleh semua stakeholder perunggasan mulai dari para pelaku usaha besar, para integrator ayam ras, juga pelaku usaha kecil dan menengah (UKM, red) untuk perluasan pasar serta peningkatan nilai tambah dan daya saing," bebernya.
Terkait kondisi stok telur ayam ras, Syamsul menyebutkan berdasarkan hasil kajian Tim Analisa dan Asistensi Supply-Demand Ditjen PKH tahun 2019 serta data konsumsi telur sesuai dengan hasil Kajian Konsumsi Bapok BPS 2017 sebesar 17,69 kg per kapita per tahun, diperkirakan ketersediaan telur ayam ras di Indonesia sebesar 4.753.382 ton, dan angka kebutuhan sebessar 4.742.240 ton. Hal ini berarti masih ada neraca surplus sebesar 11.143 ton atau 929 ton per bulan.
“Surplus telur ini dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan industri olahan telur dalam negeri, juga dapat kita jadikan komoditas untuk ekspor," tuturnya.
"Perintisan pabrik olahan telur ini diharapkan dilakukan oleh para pelaku usaha perunggasan yang besar dan perusahaan integrator sebagai kontribusi nyata dalam mendukung upaya peningkatan ekspor," sambungnya.
Lanjut Syamsul menuturkan berdasarkan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan untuk daging sapi, pada tahun 2019 ini kebutuhan nasional untuk daging sapi diperkirakan sekitar 686.271 ton dengan asumsi konsumsi sebesar 2,56 kg per kapita per tahun. Adapun ketersediaan daging sapi berdasarkan produksi dalam negeri sebesar 404.590 ton yang dihasilkan dari 2.02 juta ekor sapi yang dipotong.
Berdasarkan data tersebut, sambung Syamsul, masih diperlukan tambahan sebanyak 281.681 ton yang dipenuhi melalui impor, yakni impor sapi bakalan setara 99.980 ton, impor daging sapi 92 ribu ton, dan daging kerbau 100 ribu ton. Dari impor tersebut ada buffer stock sebanyak 10.299 Ton.
"Adapun khusus untuk Desember 2019 ini, kita masih ada stok 75.735,76 ton yang terdiri dari stok daging sapi lokal, stok sapi bakalan di feedlotter, stok daging dan jeroan di gudang importir, stok daging kerbau di Bulog, dan stok daging sapi tambahan di Berdikari. Dengan kebutuhan daging sebesar 56.538 Ton, maka pada Desember 2019 ini masih ada surplus sebesar 19.197,76 ton," sebutnya.
Dengan data-data tersebut, Syamsul menegaskan pihaknya meyakini bahwa sampai akhir tahun 2019 dan memasuki tahun 2020, stok pangan asal hewan dalam kondisi yang mencukupi dan harga dapat dijaga stabil. Sebab Indonesia sudah mandiri dalam penyediaan protein hewani dalam negeri.
"Contohnya kebutuhan daging ayam dan telur ayam ras sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri, bahkan masih ada surplus. Namun memang untuk daging sapi ketersediaannya masih memerlukan dukungan dari luar," ujarnya.
Namun demikian, terkait daging, Syamsul meyakini bahwa dengan program pengembangan sapi yang dilaksanakan pemerintah saat ini, swasembada daging sapi dapat tercapai pada tahun 2026. Untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional, pemerintah berkomitmen untuk terus mengakselerasi peningkatan populasi dan produktivitas sapi dengan Program Sikomandan (Sapi-Kerbau Komoditas Andalan Negeri) yang akan segera diluncurkan.
"Pemerintah juga terus melakukan pembenahan tata niaga ternak dan daging sapi melalui penguatan kelembagaan peternak sapi lokal dalam pemasaran melalui koperasi peternak, pemanfaatan kapal ternak, serta pembangunan holding ground untuk kelancaran distribusi sapi dan daging sapi," jelasnya.
Syamsul menambahkan upaya pemerintah dalam menjaga ketersediaan serta stabilitas harga pangan memperhatikan beberapa aspek penting yakni kecukupan stok, distribusi, dan kenaikan permintaan. Kementan selalu berkoordinasi dengan instansi terkait, untuk melakukan penghitungan supply-demand bahan pangan pokok asal hewan(daging sapi atau kerbau, daging ayam dan telur) secara periodik melalui Rapat Koordinasi Teknis yang dikoordinir Kemenko Perekonomian bersama Kemendag, Kemenperin, dan BPS.
“Kami berharap ketersediaan stok pangan asal hewan ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) yang cukup dan harga stabil, maka masyarakat dapat merayakan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 dengan sukacita,” pungkas Syamsul.