Senin 23 Dec 2019 18:38 WIB

Bea Masuk dan Pajak Barang Kiriman E-Commerce Dinaikkan

Total tarif yang harus ditanggung per kiriman barang sebesar 17,5 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Perniagaan elektronik atau e-commerce.
Foto: Pixabay
Perniagaan elektronik atau e-commerce.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menaikkan tarif pajak pada barang kiriman melalui niaga daring (e-commerce). Kebijakan ini diberlakukan untuk nilai barang kiriman yang berada di atas batas minimal pembebasan (de minimis) bea masuk, yaitu tiga dolar AS per pengiriman atau consignment note (CN). 

Semula, pemerintah menetapkan tiga tarif atas barang kiriman e-commerce. Tarif itu adalah bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 10 persen untuk pengusaha yang dapat menunjukkan NPWP dan 20 persen bagi yang tidak mempunyai NPWP. "Sehingga, kalau ditotal range-nya antara 27,5 persen hingga 37,5 persen," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Senin (23/12). 

Kemenkeu kini sedang mengajukan perubahan kenaikan tarif tersebut. Perubahan tersebut menjadi besaran bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen dan PPh 0 persen, bagi yang memiliki ataupun tidak memiliki NPWP. Dengan begitu, total tarif yang harus ditanggung per pengiriman barang adalah 17,5 persen. 

Heru menuturkan, kenaikan tarif ini diberlakukan sebagai kompensasi atas penurunan threshold nilai impor barang kiriman yang mendapatkan bebas bea masuk. Dari semula 75 dolar AS menjadi tiga dolar AS per pengiriman atau per consignment note/ CN. 

Heru menuturkan, rasionalisasi pajak dilakukan kecuali untuk tas, sepatu dan produk tekstil. Tarif bea masuk dan PPh tiga produk ini akan diberikan nominal di atas dari tarif normal atau most favourable nation (MFN). "Ini ditujukan untuk melindungi sentra IKM produsen tiga produk tersebut, seperti di Cibaduyut, Cihampelas dan Tajur," katanya. 

Tarif bea masuk untuk tas berkisar antara 15 hingga 20 persen, sementara sepatu adalah 25 hingga 30 persen dan tekstil 15 sampai 25 persen. PPN untuk ketiganya masih sama, yaitu 10 persen. Sedangkan, PPh-nya bervariasi dari 7,5 sampai dengan 10 persen. 

Perlakuan khusus terhadap produk sepatu, tas dan tekstil bukan tanpa sebab. Heru mengatakan, tiga produk ini kerap ditemui di pasar Indonesia berasal dari luar negeri atau impor. Dampaknya, banyak sentra perajin tas, sepatu dan tekstil terpaksa gulung tikar karena sulit bersaing dengan produk impor, terutama dari Cina, yang dijual dengan harga lebih murah. 

Heru menuturkan, rasionalisasi bea masuk, pajak dan penurunan threshold bebas bea masuk akan berlaku setelah pemerintah resmi merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman. Kemenkeu sedang mengajukan perubahan ke Kementerian Hukum dan HAM yang diharapkan dapat segera diproses pada awal 2020. 

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Arif Baharudin menuturkan, kebijakan ini sudah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan aturan yang inklusif dan menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha. "Latar belakangnya jelas, melindungi kepentingan nasional seiring dengan peningkatan impor barang kiriman dan mendorong industri dalam negeri," tuturnya. 

Secara nilai, barang kiriman melalui e-commerce terus mengalami pertumbuhan. Pada 2017 dan 2018, nilainya masing-masing adalah 290 juta dolar AS dan 540 juta dolar AS. Sampai akhir tahun ini, Kemenkeu memperkirakan nilainya dapat mencapai 700 juta dolar AS hingga 800 juta dolar AS.

Pihak yang dilibatkan antara lain Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Indonesia E-commerce Association atau Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. 

Arif berharap, Kemenkumham dapat segera memproses draf revisi PMK 112/2018 yang sudah diajukan Kemenkeu. "Setelah ditetapkan, 30 hari setelahnya berlaku," ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement