EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga cabai diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga akhir Februari mendatang. Hal itu lantaran minimnya produksi di bulan Januari imbas terserang penyakit tanaman yang menyerang sentra-sentra produksi cabai di Pulau Jawa.
Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid mengatakan, produksi pada bulan Januari diperkirakan turun 50-70 persen dari potensi panen normal. Cabai yang dipanen pada bulan ini ditanam pada bulan September-Oktober dengan harapan pada November-Desember memasuki musim hujan.
"Perkiraannya di bulan November sudah ada hujan. Ternyata tidak ada, akhirnya banyak tanaman terganggu dan mati. Dampaknya sekarang," kata Abdul kepada Republika.co.id, Selasa (7/1).
Sebagai gambaran, Abdul menjelaskan terdapat luas pertanaman cabai di Provinsi Jawa Timur seluas 2.000 hektare (ha) dengan potensi produksi 140 ribu ton. Jika berkurang 50 persen saja, maka hasil panen yang bisa dipetik hanya sekitar 70 ribu ton.
Diperkirakan paling cepat, produksi cabai baru akan kembali normal pada akhir bulan Februari. Hasil panen yang diperoleh saat itu ditanam pada bulan Desember lalu, di mana musim hujan telah mengguyur sebagian besar wilayah Pulau Jawa.
Oleh sebab itu, hingga menunggu panen tersebut, harga cabai diprediksi masih akan melanjutkan tren kenaikan. "Kita harapkan panen akhir Februari tidak ada gangguan supaya hasil panen normal. Kita berharap semua bisa mengatasi penyakit tanaman yang ada," kata Abdul.
Sementara ini, AACI meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengamankan pasokan dengan memanfaatkan jaringan Toko Tani Indonesia (TTI) yang telah tersebar di 34 provinsi. Menurut dia, keberadaan TTI untuk saat seperti ini sangat membantu konsumen untuk mendapatkan cabai dengan harga rendah.
Mengutip data Kementerian Pertanian, estimasi produksi kelompok cabai besar pada bulan Januari-Februari sebanyak 179.612 ton atau diatas kebutuhan selama dua bulan sebanyak 164.936 ton. Dengan kata lain terdapat surplus 14.676 ton.
Adapun produksi kelompok cabai rawit produksi sepanjang Januari-Februari diperkirakan sebesar 163.053 ton. Angka produksi itu masih di atas kebutuhan cabai rawit sebesar 155.370 ton sehingga diperoleh surplus 7.683 ton.
Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto mengatakan, masalah produksi diakibatkan oleh musim hujan dengan intensitas tinggi yang melanda kawasan sentra produksi. Menurut dia, petani sengaja menahan panen karena dikhawatirkan hasil panen akan cepat busuk.
Ia mengatakan, panen akan dilakukan secara masif jika intensitas hujan sudah menurun. Hal itu sekaligus upaya meminimalisasi kerugian yang bisa dialami petani. Di sisi lain, ia menilai adanya hambatan distribusi akibat bencana banjir yang terjadi di banyak daerah.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, telah memerintah seluruh pejabat eselon satu dan dua untuk melakukan pengendalian harga cabai di setiap daerah. Kerja sama dengan pemerintah daerah diperkuat untuk memperlancar distribusi bahan pokok.
"Kita sedang pantai kalau ada pergerakan. Tapi belum ada pergerakan yang cukup mengkhawatirkan," katanya.