EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, masalah investasi di Tanah Air bukan soal promosi. Sebab, hampir semua investor di dunia sudah mengetahui Indonesia.
"Jadi tugas BKPM itu tidak cukup hanya promosi tapi juga mengawal perizinannya. Kemudian kita kawal sampai benar-benar eksekusi progamnya," ujar Bahlil dalam Pelantikan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) di Jakarta, Rabu, (15/1).
Ia melanjutkan, BKPM pun perlu mengawal investor sampai ke tingkat produksinya. Dengan begitu, Indonesia bisa mendapatkan subtitusi impor sekaligus dapat melakukan ekspor.
"Ibarat sebuah rumah, begitu investor masuk, kita sebagai tuan rumah tidak mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik. Maka ada banyak persoalan," ujar Bahlil.
Masalah pertama, kata dia, arogansi sektoral terhadap Kementerian atau Lembaga (K/L). "Izin tumpang tindih di bupati dan gubernur, selama izin ini nggak diselesaikan secara baik, atau selama masih ada arogansi antar K/L, akan susah kita menjadi tempat destinasi investasi positif bagi Indonesia," jelasnya.
Kini BKPM terus melakukan pembenahan internal, supaya dapat maksimal melayani investor. Diharapkan, itu dapat menarik investasi yang masuk ke dalam negeri semakin banyak.
Bahlil menyebutkan, ketika ia diangkat menjadi kepala BKPM, terdapat sekitar Rp 708 triliun investasi yang belum terealisasi atau mangkrak selama tiga tahun. "Begitu saya masuk, Alhamdulillah hampir Rp 200 triliun (investasi) sudah kita eksekusi. Itu di antaranya investasi lotte yang tiga tahun mangkrak," jelas dia.
Sebelumnya Bahlil menyebutkan, BKPM memilili enam Key Performance Indicator (KPI) demi menarik investasi masuk ke Indonesia. Pertama perbaikan kemudahan berusaha.
Kedua, eksekusi realisasi investasi besar, ketiga mendorong kemitraan investor besar dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan keempat penyebaran investasi berkualitas. Berikutnya kelima promosi investasi fokus pada sektor dan negara, terakhir mendorong peningkatan investasi dalam negeri khususnya UMKM.