Jumat 17 Jan 2020 18:21 WIB

Perubahan Subsidi Gas 3 Kg Turunkan Daya Saing UMKM

Pelaku UMKM gorengan membutuhkan 10 tabung gas 3 kg per bulan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja membawa tabung gas elpiji tiga kilogram (gas melon) untuk dipindahkan ke truk pengangkut gas di agen penjualan gas. foto ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja membawa tabung gas elpiji tiga kilogram (gas melon) untuk dipindahkan ke truk pengangkut gas di agen penjualan gas. foto ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA – Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) meyakini, kebijakan perubahan skema subsidi gas elpiji 3 kilogram (kg) akan merugikan UMKM dan produsen. Sebab, kebijakan tersebut berpotensi menambah biaya produksi 22 juta UMKM di sektor kuliner yang berimbas pada kenaikan harga jual.

Ketua Akumindo Ikhsan Ingratubun menyebutkan, kebijakan melalui Kementerian ESDM yang beredar saat ini adalah melakukan pembatasan terhadap pembelian gas 3 kg dalam sebulan. Pembelian selanjutnya akan diarahkan pada gas 12 kg.

Baca Juga

"Kebutuhan pedagang kan lebih dari itu, yang artinya, mereka akan bayar mahal," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/1).

Ikhsan memberikan contoh mie ayam dan penjual gorengan. Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan Akumindo, mereka setidaknya membutuhkan dua sampai tiga tabung per minggu atau sekitar 10 tabung per bulan.  Artinya, mereka harus membeli gas 12 kg sebanyak tujuh tabung tiap bulan.

Dengan kondisi tersebut, Ikhsan menambahkan, kebijakan perubahan skema subsidi gas 3 kg akan memberikan batasan kepada UMKM untuk berproduksi. Hasil akhirnya, kebijakan baru ini justru membuat daya saing UMKM semakin rendah.

Ikhsan memastikan, Akumindo menentang tegas perubahan skema subsidi gas 3 kg yang kini bergulir. Hal tersebut kontra dengan Undang-Undang Pemberdayaan UMKM yang dikeluarkan pemerintah. "Di Undang-Undang ini adalah kebijakan afirmatif, sedangkan kebijakan baru subsidi justru memberikan batasan. Ini kan bertentangan," tuturnya.

Tidak hanya menambah beban pengusaha, Ikhsan mengatakan, kebijakan baru ini juga  berpotensi merugikan masyarakat. Sebab, UMKM akan memilih menambah harga jual untuk mempertahankan tingkat margin keuntungan mereka.

Apabila memang terpaksa dilakukan, Ikhsan menekankan agar pemerintah menerapkannya secara bertahap hingga masyarakat dan dunia usaha memang siap. "Atau, ditunda dan dievaluasi dulu hingga 2021, jangan langsung di tahun ini," katanya.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Riza Annisa mengatakan, pembatasan subsidi gas melon pasti berdampak pada penambahan beban biaya produksi industri. Dampak ini patut diantisipasi, khususnya terhadap usaha mikro dan kecil (UMK) yang memang sudah sepatutnya dilindungi pemerintah.

Untuk mencegah dampak perlambatan pertumbuhan kinerja industri kecil, Riza menganjurkan agar pemerintah membuat skema penyaluran yang berbeda bagi mereka. Misal, usaha kecil yang sudah berkembang usahanya dapat dibatasi mendapatkan akses ke gas 3 kg subsidi.

"Tapi, usaha mikro yang omsetnya kecil atau masih belum stabil, masih bisa mengaksesnya," ucapnya.

Tapi, Riza menekankan, pemerintah harus melakukan pengawasan secara mendetail apabila ingin menerapkan perlakuan berbeda ke UMK. Pengawasan tersebut dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan status UMKM demi mendapatkan subsidi.

Salah satu langkah awalnya, menjalin koordinasi antar kementerian/ lembaga untuk mendapatkan data UMKM yang konkrit. "Basis data UMKM perlu diperkuat," tutur Riza.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menyampaikan akan mengubah skema subsidi gas 3 kg pada semester kedua tahun ini. Subsidi tidak lagi diberikan per tabung, melainkan langsung ke penerima manfaat, yaitu masyarakat miskin. Dampaknya, harga jual gas 3 kg akan disesuaikan dengan harga pasar.

Saat ini, Kementerian ESDM telah menyiapkan beberapa skema untuk penyaluran subsidi. Di antaranya dengan menggunakan kartu atau barcode yang terhubung dengan perbankan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement