EKBIS.CO, LOMBOK -- Potensi perbenihan yang dimiliki Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sangatlah besar. Berbagai jenis benih pangan dapat diproduksi provinsi tersebut. Oleh karena itu, Komisi IV DPR RI menginginkan NTB agar menjadi lumbung benih nasional.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan saat Temu Wicara dengan Produsen Penangkar di Pulau Lombok, NTB, Jumat (17/1).
Daniel menjelaskan tugas negara tidak hanya pada menjadikan pangan harus mandiri dan berdaulat, namun demikian benihnya juga harus mandiri. Daerah lain bisa belajar dari NTB yang mampu meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan menurunkan angka kemiskinan karena geliat pertanian.
"Maka dari itu, NTB harus naik kelas lagi yakni di bidang perbenihan," bebernya.
Guna mewujudkan NTB menjadi pusat perbenihan nasional dan menggerakkan pertanian, Daniel mengharapkan agar Pemerintah Daerah dapat menjadi avalis/penjamin bagi produsen benih, penangkar dan petani akses ke Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan mengaktifkan anggaran APBD yang tersedia.
Selain itu, sambung Daniel, Pemerintah Daerah dan pelaku usaha perbenihan juga agar berkomitmen menggiatkan penangkar-penangkar di wilayahnya dan mengakomodir pemasaran produk benihnya.“Tahun depan saya optimis bisa melakukan Launching di NTB sebagai Lumbung Benih Nasional,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, mengatakan agar bisa memasok benih ke daerah lain, maka Provinsi NTB harus memantapkan sistem perbenihan padi dan kedelai. Selanjutnya bangkitkan industri jagung sehingga minimal memasok kebutuhan di wilayahnya.
"Kita bersama sama menarik investor untuk bermitra dengan penangkar. Setidaknya sudah ada dua investor yang komitmen membangun industri benih jagung di NTB. Juga ada satu investor untuk membangun industri benih komoditas lainnya," terangnya.
Lanjut Suwandi, dengan sinergitas memperkuat sistem perbenihan dan menggerakkan produksinya, maka kebutuhan benih dapat dipasok secara insitu. Kemandirian pangan harus dimulai dari kemandirian benih, sehingga kembangkan benih-benih unggul baru yang diminati pasar."Kementan telah memfasilitasi membangun klaster benih berbasis korporasi, skala luas minimal 200 hingga 500 hektar ditiap kawasan sentra, salah satunya di NTB," ungkapnya.
Oleh karena itu, Suwamdi mengapresiasi Provinsi NTB telah mencukupi kebutuhan benih padi dan kedelai sendiri, akan tetapi hal ini harus tetap dipacu peningkatan kapasitas dan kualitasnya agar memenuhi kebutuhan benih di daerah lain. Potensi pasar benih jagung hibrida sangat besar.
"Dengan demikian, agar NTB segera membangun industri benihnya, jangan dipasok benih jagung dari daerah lain," ucapnya.
Suwandi menambahkan strategi pengembangan perbenihan harus dilakukan secara selektif menuju kemandirian penangkar benih dengan menjalin kemitraan. Dengan begitu, pengembangan perbenihan akan tumbuh sendiri dan fasilitasi pemerintah hanya sebagai stimulan.
"Pemerintah dan Pemerintah Daerah berperan dalam pendampingan dan pemanfaatan sumber pendanaan untuk memperlancar produksi dan bisnis pertanian," jelasnya.
Meningkatkan Nilai Tambah Petani
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diperoleh petani, Suwandi menegaskan maka pertanian terintegrasi (Integrated farming) perlu dilakukan seperti mina padi, pemanfaatan limbah-limbah hasil pertanian menjadi produk-produk kreatif dan berdaya guna. Dan yang terpenting mengedepankan budidaya ramah lingkungan dengan mengoptimalkan komoditas pangan lokal seperti porang, vetiver dan tanaman berkayu dengan pola tumpangsari untuk konservasi dan menahan longsor bagi areal gundul, bukit, gunung, berlereng di NTB.
"Terwujudnya harapan ini tidak luput dari peran serta stakeholder yang terdiri dari penangkar, petani, asosiasi, dan lembaga – lembaga yang konsen terhadap pembangunan pertanian," tegasnya.
Selain itu, sambung Suwandi, pemerintah pun memberikan dukungan pembiayaan dengan bunga rendah sekitar 6 persen. Yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR), Badan Layanan Umum (BLU), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDP) dapat diakses petani dengan mudah, didampingi, diasuransikan sehingga berjalan lancar dan sukses.
"Kuncinya perlu avalis sehingga petani agar bermitra dengan pelaku usaha, unit penggilingan, industri pakan, eksportir dan lainnya," ujarnya.
"Pembiayaan digunakan untuk bidang usaha cukup luas, yakni perbenihan, alat mesin, budidaya, prosesing, trading dan lainnya. Kinerja serapan KUR di NTB tahun 2019 sekitar Rp 747 miliar agar ditingkatkan tiga kali lipat karena alokasi pada 2020 sangat besar dan petani sangat membutuhkan itu," pinta Suwandi.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Husnul Fauzi mengatakan pihaknya berkomitmen penuh mewujudkan NTB sebagai lumbung benih nasional sehingga siap membangun industri benih. Tidak hanya benih padi, kedelai dan jagung, tapi juga berbagai jenis benih sayuran dan bawang putih potensial dibangun di NTB.
"Kami welcome bagi investor dengan bermitra penangkar. Petani akan naik kelas dari semula bubidaya menjadi penangkar benih, berarti menjadi lebih sejahtera," ujarnya.
Untuk diketahui NTB sudah mampu memproduksi benih padi dan kedelai sendiri untuk memenuhi kebutuhan di wilayahnya. Guna memproduksi padi 2,4 juta ton gabah kering giling di NTB, kini 96 persen kebutuhan benih padi sudah diproduksi dari wilayah sendiri. Jenis benihnya Ciherang, Inpari, Situbagendit dan lainnya. Kini NTB sedang giat memproduksi beras kelas premium untuk memasok ke daerah lain.
Benih kedelai juga sudah diproduksi di wilayah sendiri. Sedangkan benih jagung hibrida dan sayuran masih didatangkan dari luar NTB. Ini menjadi tantangan sendiri untuk membangkitkan industri benih.