Ahad 19 Jan 2020 08:01 WIB

SUN Masih Jadi Incaran Investor Asing

Surat Utrang Negara (SUN) dinilai masih memiliki daya tarik besar bagi investor asing

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nur Aini
Petugas melayani nasabah yang ingin membeli Surat Utang Negara (SUN) ritel Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR008 di Kantor BNI Pusat, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Petugas melayani nasabah yang ingin membeli Surat Utang Negara (SUN) ritel Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR008 di Kantor BNI Pusat, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

EKBIS.CO,   JAKARTA -- Surat Utang Negara (SUN) disebut akan menjadi incaran investor asing pada tahun ini. Faktor risiko yang relatif rendah masih menjadi pertimbangan utama bagi investor asing saat memilih berinvestasi di SUN.

Selain itu, SUN dianggap memiliki likuiditas yang lebih baik dari instrumen lain seperti surat utang korporasi. "SUN kapan saja mereka mau jual, market bisa terima," kata Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga

Dari sisi nilai, Fikri mengatakan, total outstanding SUN jauh lebih besar dibandingkan dengan obligasi korporasi. Per 9 Januari 2020, nilai oustanding SUN saat ini sudah mencapai lebih dari Rp 2.762 triliun, sedangkan obligasi korporasi hanya dikisaran Rp 472 triliun.

Fikri mengatakan, Indonesia memiliki daya tarik yang cukup besar bagi investor asing. Menurutnya, kondisi makroekonomi yang sangat baik menjadi alasan investor masuk ke Indonesia. 

Pada tahun ini, pertumbuhan Indonesia diperkirakan masih akan berada di kisaran 5 persen. Inflasi juga masih terjaga stabil di kisaran 2-4 persen. Selain itu, Fikri melihat penurunan suku bunga masih terbuka lebar pada tahun ini. Hal itu ditambah nilai tukar rupiah terhadap dolar masih tetap stabil. 

"Makanya saya lihat surat utang kita secara agregat masih sangat positif," tutur Fikri.

Sebaliknya, Fikri mengatakan investor asing yang masuk ke obligasi korporasi masih terbilang rendah. Meskipun, saat ini rasio gagal bayar atau default rate sangat rendah yaitu di kisaran 0,7 persen. Menurut Fikri, minimnya investor asing yang masuk ke obligasi korporasi lantaran rendahnya edukasi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement