EKBIS.CO, JAKARTA -- Alokasi pembiayaan Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) proyek pada 2020 mengalami penurunan hampir Rp 1 triliun dibandingkan tahun lalu. Penyebabnya, ada beberapa kementerian/ lembaga yang harus mendapatkan moratorium karena pembangunan proyek mereka tidak berjalan sesuai dengan target.
Pada tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan nilai pembiayaan SBSN proyek sebesar Rp 27,35 triliun. Sedangkan, pada 2019, besarannya mencapai Rp 28,34 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman mencatat, penurunan nilai SBSN proyek lebih dikarenakan besaran nilai proyek yang ditanggung SBSN tahun ini memang tidak sebesar dibandingkan tahun lalu. "Kita bukan harus lihat nilai total besarnya, tapi juga jumlah proyek," ujarnya ketika ditemui dalam acara Kick Off Pelaksanaan Proyek SBSN 2020 di kantornya, Jakarta, Kamis (23/1).
Pada tahun ini, jumlah proyek yang dicover SBSN memang lebih banyak, yaitu 728 proyek di delapan kementerian/ lembaga. Pada 2019, jumlah proyeknya adalah 619 proyek yang tersebar di tujuh kementerian/ lembaga. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjadi ‘pendatang baru’ dengan satu proyek pembangunan laboratorium.
Tapi, Luky mengakui, tanggung jawab penyelesaian proyek melalui SBSN memang lebih besar dibandingkan surat utang lain. Sebab, proyek tersebut juga digunakan sebagai underlying asset melalui akad.
Oleh karena itu, Luky memastikan, penentuan proyek SBSN ini sudah melalui proses diskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) maupun internal Kemenkeu. “Kita scrutinize (dilihat secara detail), review, hingga mendapatkan angka Rp 27,3 triliun,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu Dwi Irianti mengatakan, penurunan besaran SBSN proyek tahun ini dikarenakan ada beberapa satuan kerja dalam K/L yang mendapatkan moratorium atau penangguhan SBSN proyek. Hanya saja, ia masih belum bisa menyebutkan satuan kerja yang dimaksud secara detail.
Dwi menjelaskan, Kemenkeu menggunakan kinerja proyek SBSN tahun 2018 sebagai basis pemberian SBSN tahun ini. Sebab, Kemenkeu membutuhkan waktu untuk melakukan evaluasi terlebih dahulu.
Apalagi, sesuai aturan, Kemenkeu juga biasa memberikan perpanjangan waktu proyek 90 hari kerja di tahun berikutnya. Artinya, untuk proyek pembangunan pada 2018, Kemenkeu memberikan perpanjangan deadline sampai maksimal Maret 2019.
"Jadi, untuk penentuan proyek yang akan dibiayai SBSN tahun ini, kita harus melihat kinerja proyek 2018 yang dievaluasi pada 2019," kata Dwi.
Untuk 2018, nilai pembiayaan proyek SBSN mencapai Rp 22,50 triliun. Besaran ini mencakup 587 proyek di tujuh kementerian/ lembaga, termasuk membangun delapan asrama haji di bawah kewenangan Kementerian Agama. Selain itu, pembangunan tiga Taman Nasional melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sepanjang 2020, pemerintah berencana menerbitkan SBSN sebanyak 24 kali. Dua di antaranya dilakukan pada bulan ini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan SBSN, ada empat cakupan proyek yang dapat dibiayai SBSN. Mereka adalah pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan industri dalam negeri dan program pemerintah lainnya yang bersifat strategis.