EKBIS.CO, JAKARTA -- Menindaklanjuti laporan kasus pneumonia (radang paru-paru) berat di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina beberapa waktu yang lalu, dan kemudian dikonfirmasi sebagai infeksi Coronavirus jenis baru (2019-nCoV), Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyampaikan perlunya langkah-langkah kewaspadaan di Indonesia.
"Kita harus terus waspada, karena berdasarkan data WHO sampai tanggal 28 Januari 2020, telah dikonfirmasi sebanyak 4593 orang terinfeksi virus ini, dan 106 di antara meninggal dunia," ungkap I Ketut Diarmita, Dirjen PKH di Jakarta, 29/01/2020. Selain China tambahnya, infeksi 2019-nCoV ini telah dilaporkan di 14 negara yakni Thailand, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia, Nepal, Australia, Prancis, Jerman, Srilangka, Kamboja, dan Kanada.
Ketut kemudian menjelaskan bahwa analisa genetik dari virus ini menunjukkan adanya kedekatan kekerabatan dengan Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar. Namun demikian, Ia menegaskan bahwa masih perlu investigasi lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi bahwa hewan menjadi sumber penularan ke manusia.
"Sampai dengan saat ini, rute penularan yang dianggap paling berisiko adalah penularan dari manusia ke manusia," tambahnya.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi sementara menunjukkan hasil analisa genetik virus 2019-nCoV memiliki kedekatan dengan penyebab penyakit pernafasan yang sebelumnya mewabah yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS-CoV (Middle East respiratory syndrome-related coronavirus).
"Sehingga perlu diwaspadai adanya indikasi bahwa penyakit ini berpotensi zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia," ucapnya.
Oleh karena itu, Ia menyampaikan beberapa langkah penting dari aspek kesehatan hewan di Indonesia sebagai kewaspadaan dini terhadap ancaman virus ini, yaitu agar setiap orang segera melapor jika terjadi peningkatan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar, terutama jika berkaitan dengan adanya dugaan kasus 2019-nCoV pada manusia.
Ketut juga meminta agar unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yaitu Balai Veteriner di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi terhadap laporan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar yang berkaitan dengan kasus dugaan infeksi 2019-nCoV pada manusia.
Menurutnya selama ini Balai Vereriner sudah memiliki kemampuan untuk deteksi virus-virus yang baru muncul seperti Coronavirus, karena secara aktif telah bekerjasama dengan sektor kesehatan dan satwa liar dalam melakukan surveilans di satwa liar yang kontak dengan ternak dan manusia melalui pendekatan one health. Kegiatan ini didukung oleh FAO melalui fasilitasi dari USAID.
"Saya juga sudah perintahkan juga agar jajaran di sektor kesehatan hewan untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Otoritas yang menangani satwa liar setempat terutama jika ada laporan kasus yang menunjukan gejala klinis pneumonia pada manusia," imbuhnya.
Dirjen PKH kemudian menekankan pentingnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, paramedik, peternak, pedagang dan pemilik hewan yang menangani hewan hidup dan produknya, terutama satwa liar, dengan pesan kunci kemungkinan penularan 2019-nCoV dari hewan dan satwa liar kepada manusia dan cara pencegahannya.
"Ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan, antara lain dengan memperhatikan hygiene personal, seperti mencuci tangan dengan sabun dan penggunaan alat pelindung diri (APD) setiap kali kontak dengan hewan dan produknya," ujarnya.
Dan tidak kalah pentingnya, menurut Ketut adalah melaksanakan manajemen risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan di tempat pemasukan dan berkoordinasi dengan Karantina Pertanian setempat.