EKBIS.CO, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan terkoreksi kembali pada pekan ini. Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, mengatakan sentimen utama dari penurunan IHSG ini yaitu wabah virus corona.
"Melihat tekanan Indeks global akibat wabah virus corona yang menyebar dengan cepat IHSG sangat mungkin turun kembali pada pekan ini dengan support di level 5.900 sampai 5.767 dan resistance di level 6.000 sampai 6.152," kata Hans, Ahad (2/2).
Belum lama ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan epidemi virus Corona sebagai darurat global. Wabah virus corona sudah mengakibatkan 200 orang lebih meninggal dunia dan menginfeksi hampir 10 ribu orang.
Menurut Hans, kecepatan penyebaran virus menjadi perhatian. Pasar dunia sempat pulih di tengah pekan setelah WHO mengumumkan darurat kesehatan global akibat virus corona. WHO tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan ke China dan menyampaikan China memiliki situasi yang terkendali.
Hans memperkirakaan dampak virus corona akan lebih besar dibanding wabah SARS sebelumnya yang menewaskan 800 orang pada 2002 hingga 2003. Waktu itu penanggulangan wabah SARS membutuhkan dana kurang lebih 33 miliar dolar AS.
"Situasi saat ini berbeda karena China punya perekonomian yang sangat besar, maka kemungkinan butuh dana yang lebih besar dan akan menganggu ekonomi dunia," terang Hans.
Pasar Indonesia sendiri mengalami tekanan turun beberapa hari terakhir. Selain virus corona, menurut Hans, faktor lain yang menyebabkan turunnya IHSG yaitu aksi jual oleh Manajer investasi yang produknya dibubarkan di tahun lalu.
"Mengingat besarnya nilai portofolio serta belum kondusifnya pasar saham Indonesia membuat terjadi tekanan turun pada pasar saham," ujar Hans.
Hal ini terlihat di perdagangan Jumat, dimana pada Kamis malam kekawatiran virus corona mereda tetapi IHSG tetap mengalami tekanan turun cukup kuat. Virus corona akan menjadi berita utama yang diperkirakan akan memukul pertumbuhan ekonomi Global dan China.
Sementara itu, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Fed tetap mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,5 persen hingga 1,75 persen, sesuai perkiraan analis pasar. Keputusan itu menandai pertemuan kedua berturut-turut The Fed yang tidak membuat perubahan pada suku bunga. Pada 2019, The Fed telah melakukan penurunan sebanyak tiga kali penurunan.
The Fed menyatakan faktor penentu kebijakan ini adalah target inflasi dapat kembali ke level 2 persen. Selain itu, indikator lapangan kerja akan tetap kuat dan pertumbuhan ekonomi masih akan berlangsung moderat.
Di sisi lain, data Komisi Eropa menunjukkan sentimen zona euro melonjak pada Januari 2020. Hal tersebut lantaran indeks kepercayaan sektor manufaktur naik ke level tertinggi sejak Agustus.
Kekhawatiran tentang ekonomi zona Eropa menjadi tekanan pada pergerakan pasar saham Eropa. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa di bawah harapan pasar pada periode kuartal IV 2019 terutama karena kontraksi pertumbuhan PDB di Perancis dan Italia.
Inflasi inti pada periode Januari juga melambat. Hal ini menjadi kekawatiran Bank Sentral Eropa. Wabah virus corona juga mempengaruhi pasar Eropa setelah Inggris dan Italia mengkonfirmasi kasus virus corona yang pertama.
Brexit akan menjadi perhatian zona Euro dimana Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada Jumat 31 Januari dan memulai periode transisi. Kedua belah pihak bekerja menuju target ambisius untuk menyetujui perjanjian perdagangan bebas yang baru tahun ini.