EKBIS.CO, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksi bahwa produksi minyak sawit pada tahun ini akan lebih berkurang. Turunnya produksi sawit ini akibat faktor kekeringan dan pengurangan pupuk pada tahun sebelumnya.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menjelaskan meski BMKG memprediksi cuaca mendukung untuk tanaman sawit, ada sejumlah faktor pada tahun 2019 yang memengaruhi produksi di tahun ini. Kekeringan ini bisa berdampak minimal 8 bulan sampai 1,5 tahun terhadap produksi berikutnya.
"Musim kering di tahun 2019 lebih panjang dari sebelumnya. Kebakaran tahun lalu juga cukup menyibukkan kita semua yang intensitasnya hampir seperti tahun 2015," kata Joko pada konferensi pers Refleksi Industri Sawit Tahun 2019 di Jakarta, Senin (3/2).
Selain itu, karena faktor finansial dengan rendahnya harga minyak sawit dunia pada dua tahun lalu, banyak petani yang mengurangi intensitas penggunaan pupuk. Dengan harga jual yang rendah, tidak menutup kemungkinan sejumlah petani mengurangi pupuk demi menutup biaya produksi.
Akibat dari penggunaan pupuk yang rendah, produksi tandan buah segar (TBS) akan berkurang setidaknya 1,5 sampai 2 tahun ke depan.
Di sisi lain, peremajaan (replanting) kebun sawit baru dilakukan pada 2018. Dampak dari peremajaan tersebut paling cepat terlihat setidaknya lima tahun sejak dilakukan.
"Kalau dua faktor itu dianggap memengaruhi produksi, tahun ini 'incrementalnya' akan turun. Mungkin kalau PKO tahun lalu sampai 4 juta ton, tahun ini tidak sampai, mungkin separuhnya atau tidak sampai. Yang jelas lebih rendah dari tahun lalu," kata Joko.
Sebagai informasi, produksi minyak sawit Indonesia sepanjang 2019 mencapai 51,8 juta ton CPO atau meningkat sekitar 9 persen dari produksi tahun 2018 sebesar 47 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari CPO (crude palm oil) sebanyak 47,18 juta dan PKO (palm kernel oil) sebesar 4,6 juta ton.