EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah pusat akan melakukan evaluasi terhadap peraturan daerah (perda) yang mengatur pajak dan retribusi daerah melalui Omnibus Law Perpajakan. Evaluasi dilakukan seiring dengan upaya pemerintah untuk menyelaraskan kebijakan di tingkat daerah dengan kebijakan fiskal nasional, terutama untuk meningkatkan investasi.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti menjelaskan, evaluasi dilakukan Kemenkeu bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Tujuannya, mendorong investasi," tuturnya dalam diskusi dengan media di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Jakarta, Selasa (11/2).
Prima menjelaskan, saat ini, evaluasi perda dan raperda sebenarnya sudah dilakukan. Hanya saja, tingkat kepatuhan pemerintah daerah untuk menjalankan perda masih kurang baik. Termasuk di antaranya terkait fasilitas yang memudahkan dunia usaha dan investor.
Oleh karena itu, Prima menekankan, pihaknya ingin mendorong agar instrumen regulasi di tingkat daerah masuk ke dalam sistem yang akan dibangun bersama Kemenkeu dan Kemendagri.
Prima berharap, evaluasi ini dapat membangun pemahaman dan kepedulian pemerintah daerah bahwa regulasi di tingkat daerah memiliki dampak besar terhadap iklim investasi. Khususnya iklim di daerah dan Indonesia, secara umum.
Tujuan dan proses evaluasi secara umum ini akan dibahas dalam Omnibus Law Perpajakan. Tapi, Prima mengatakan, tahapan yang lebih detail akan dituangkan melalui aturan turunan apabila draft RUU Omnibus Law Perpajakan sudah rampung dibahas bersama legislatif dan dapat diterapkan.
"Bentuknya, Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah," katanya.
Dalam regulasi, pemerintah pusat juga membahas pengenaan sanksi apabila perda atau raperda suatu daerah tidak sesuai dengan kebijakan fiskal. Misalnya, ketika suatu daerah memberlakukan pajak secara berlebihan untuk investor, melampaui ketentuan di tingkat pusat.
Ada dua sanksi yang disebutkan Prima. Pertama, pemerintah pusat tidak sungkan mencabut perda tersebut. Jika memang masih berbentuk raperda, pemerintah pusat akan meminta pemerintah daerah melakukan penyesuaian kembali.
Selanjutnya, apabila pemerintah daerah masih bersikukuh melaksanakan perda yang tidak selaras dengan kebijakan fiskal nasional, maka Kemenkeu akan mengenakan sanksi terhadap transfer ke daerah. Hanya saja, Prima masih belum menyebutkan detail sanksi yang diberikan, baik berupa pemotongan atau penundaan.
Prima menekankan, evaluasi dan pengenaan sanksi ini tidak serta merta mengancam kewenangan pemerintah daerah. "Maksudnya, agar daerah tidak mengenakan pungutan pajak yang sifatnya berlebihan terhadap suatu kegiatan usaha," ujarnya.
Prima mengakui, pemberian pajak kepada dunia usaha merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk mencari titik keseimbangan antara kebutuhan tersebut dengan upaya pemerintah menciptakan iklim ekosistem yang kondusif bagi dunia usaha.
Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah merasionalisasikan pajak daerah. Prima mengatakan, melalui Omnibus Law Perpajakan, pemerintah pusat dapat melakukan penetapan tarif yang nantinya dapat berlaku secara nasional.
Prima menjelaskan, tujuannya adalah agar setiap daerah dapat berkompetisi secara sehat. "Mereka bisa compete bukan gara-gara penerapan pajak, tapi insentif atau kepastian berusaha di daerah mereka," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perpajakan Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, draft RUU Omnibus Law Perpajakan kini sudah diserahkan pemerintah pusat ke DPR sejak Jumat (31/1). Draft diserahkan bersama dengan naskah akademis dan surat presiden (Surpres).
"Kita menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan," ujar Suryo.