Senin 17 Feb 2020 14:17 WIB

Impor Bahan Baku Kontraksi, BPS: Manufaktur Waspada

Impor bahan baku/penolong pada bulan lalu tumbuh negatif 7,35 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, industri dan pemerintah harus mewaspadai penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang terjadi pada Januari 2020
Foto: Republika/Prayogi
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, industri dan pemerintah harus mewaspadai penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang terjadi pada Januari 2020

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, industri dan pemerintah harus mewaspadai penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang terjadi pada Januari 2020 dibandingkan Januari 2019 atau secara year on year (yoy). Tren ini dicemaskan dapat mempengaruhi kinerja industri manufaktur yang dapat berimbas hingga ke pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Suhariyanto menuturkan, industri manufaktur dalam negeri masih membutuhkan bahan baku dan barang modal impor. "Khususnya kalau memang belum ada substitusinya dari dalam negeri dan dibutuhkan oleh industri pengolahan," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (17/2).

Baca Juga

BPS mencatat, impor bahan baku/penolong pada bulan lalu tumbuh negatif 7,35 persen dibandingkan Januari 2019 dari 11,4 miliar dolar AS menjadi 10,5 miliar dolar AS. Sementara itu, impor barang modal juga kontraksi 5,26 persen, dari 2,3 miliar dolar AS pada Januari 2019 menjadi 2,2 miliar dolar AS pada bulan lalu.

Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS, salah satu komoditas bahan baku dengan penurunan terbesar secara yoy adalah potassium chloride. Penurunannya adalah 32,36 persen. Selain itu, integrated circuits DDR SDRAM turun lebih dalam hingga 43,02 persen.

Sementara itu, dari barang modal, kendaraan bermotor untuk transportasi (motor vehicles for transport of good design for off-highway) kontraksi sampai 93,96 persen. Jika tidak diantisipasi lebih jauh, Suhariyanto mengatakan, geliat dari sektor manufaktur dicemaskan dapat terpengaruh. Apalagi, sektor ini berperan besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kontribusi sampai 19,70 persen sepanjang 2019.

"Itu harus diwaspadai," tuturnya.

Di sisi lain, Suhariyanto menambahkan, kebanyakan barang modal yang diimpor berupa mesin-mesin. Sementara, mesin-mesin tersebut merupakan salah satu komponen dalam investasi.

Keterkaitan tersebut yang juga ditekankan Suhariyanto untuk diwaspadai. Apabila pemerintah tidak segera membuat kebijakan secara hati-hati, dicemaskan dapat terpengaruh ke komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), atau investasi.

Secara umum, total impor pada Januari 2020 adalah 14,28 miliar dolar AS. Nilai ini turun 4,78 persen dibandingkan Januari 2020 dan turun 1,60 persen dibandingkan Desember 2019.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement