EKBIS.CO, JAKARTA – PT Jasa Marga (Persero) Tbk dinilai melanggar undang-undang karena jalan tol yang dikelolanya banyak mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan kendaraan pecah ban dan terancam mengalami kecelakaan fatal.
Sejumlah kasus pecah ban masih terjadi di jalan tol yang dikelola Jasa Marga, seperti di ruas tol Prof DR Ir Sedijatmo baru-baru ini. Beberapa kendaraan mengalami pecah ban saat melintasi ruas tol itu akibat jalan berlubang.
Kejadian ini direspons Jasa Marga dengan mengganti kerugian materi tujuh kendaraan yang mengalami pecah ban akibat pengelupasan aspal jalan di KM 25+200 B arah Pluit. "Untuk kendaraan yang mengalami bocor ban akibat lubang kemarin, khususnya 7 kendaraan yang pada saat penggantian ban juga dibantu oleh petugas kami, kami proses klaim ganti ruginya, sesuai ketentuan yang berlaku di perusahaan," ujar Manager Area Jasamarga Tollroad Operator Agus Pramono dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (6/2) lalu. Dia menambahkan ganti rugi tersebut merujuk pada Keputusan Direksi Jasa Marga Nomor 117/KPTS/2007 Pasal 4 ayat 2 bahwa "Kejadian yang menimpa pengguna jalan yang dapat diklaim di antaranya akibat kerusakan jalan antara lain jalan berlubang".
Menurut pengamat layanan transportasi publik, Bambang Haryo Soekartono, pernyataan Jasa Marga sangat tidak bertanggung jawab, jalan tol berlubang dianggap seperti kejadian biasa.
“Ban pecah di tengah jalan tol dengan kecepatan tinggi sangat berbahaya, kendaraan bisa terguling dan tabrakan beruntun sehingga berakibat kecelakaan fatal,” kata dia yang juga anggota DPR RI periode 2014-2019, kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/2).
Pernyataan itu juga menunjukkan bahwa Jasa Marga tidak profesional karena jalan tol yang dikelolanya tidak memenuhi ketentuan standar pelayanan minimal (SPM) atau tidak layak.
Berdasarkan Undang-Undang No. 38/2004 tentang Jalan serta peraturan turunannya, yakni PP No. 15/2005 tentang Jalan Tol dan Peraturan Menteri PU No. 295/2005 tentang Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), jalan tol harus memenuhi SPM yang telah ditetapkan.
SPM jalan tol harus memenuhi sejumlah indikator, seperti tidak boleh sama sekali terdapat lubang, rutting, dan retak. “Jangankan retak, kejadian di ruas tol Prof. DR. Ir. Sedijatmo itu membuktikan jalannya berlubang. Berarti Jasa Marga (operator) dan BPJT (Regulator) telah melanggar aturan dan membahayakan pengguna jalan tol,” tegas Bambang Haryo yang pernah sebagai Senior Investigator di KNKT ini.
Standar pelayanan minimum selain kualitas jalan, pengguna jalan tol belum pernah mendapatkan jaminan keamanan karena jalan tol belum mempunyai standarisasi sesuai standarisasi pelayanan minimum misalnya persyaratan Rescue/SAR yang harus ada di setiap ruas jalan tol, polisi PJR, mobilitas patroli setiap 30 menit, mobil derek serta informasi kondisi jalan tol pada pos Gerbang Tol (GTO) dan banyak sekali pagar-pagar jalan tol yang rubuh sehingga hewan ataupun manusia dapat masuk ke ruas jalan tol dan lain lain.
Sehingga Jasa Marga selaku operator jalan tol belum melaksanakan standarisasi pelayanan minimum dimana masyarakat pengguna jalan tol sudah melakukan pembayaran dengan harga sesuai dengan standarisasi pelayanan minimum dan bahkan sebagian besar tarif jalan tol telah dinaikkan tanpa adanya perubahan standarisasi pelayanan minimum yang dilakukan Jasa Marga.
Menurut Bambang Haryo, Jasa Marga telah melanggar undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan beserta turunannya, Pasal 62 Undang - Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda Rp 2 Miliar, serta Undang Undang Dasar 1945 yang dimana segenap tumpah darah bangsa Indonesia wajib dilindungi Negara.
Dia juga mempertanyakan peran dan profesionalisme BPJT selaku regulator yang bertugas mengawasi pengelolaan jalan tol dan SPM. BPJT seharusnya menjadi pengontrol antara tarif jalan tol dengan pemenuhan Standar Pelayanan Minimum. Tidak hanya melulu tentang penerimaan pengajuan kenaikan tarif.
“Karena telah lebih dari ratusan kecelakaan akibat pecah ban yang terjadi di jalan tol setiap tahun, ini menunjukkan kualitas jalan tol di Indonesia masih di bawah standarisasi. Kita menuntut tanggung jawab pengelola jalan tol dan BPJT,” tutur dia.
Bambang yang juga selaku Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur, juga mendorong pengguna jalan tol maupun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Perlindungan Konsumen mengajukan class action terhadap Jasa Marga dan BPJT karena tidak melaksanakan kewajibannya.
“Banyak yang belum dilakukan secara profesional, sehingga direksi Jasa Marga dan BPJT harus bertanggung jawab. Publik membayar tarif jalan tol untuk mendapatkan kecepatan, kenyamanan dan keselamatan, kalau jalannya tidak layak dan macet buat apa,” ungkapnya. “Kondisi ini masih saja berlangsung sehingga konsumen yang membayar tarif tol cukup mahal dan selalu naik setiap tahun dirugikan,” kata dia sembari berharap pemerintah hadir dalam menjamin kenyaman dan keselamatan nyawa publik di Jalan Tol dan Pak Presiden Jokowi bisa meniadakan berbayar jalan tol yang dibawah standar pelayanan minimum.