EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Lutfi Hamid tidak mempermasalahkan bila Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengatur keterlibatan ormas Islam dalam penetapan fatwa halal. Dia mengatakan, beberapa pihak ormas Islam tentu memiliki tokoh yang memiliki pengetahuan dan wawasan kesyariahan yang luas atas kehalalan produk.
Menurutnya, cara pandang inilah yang mungkin membuat Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja memuat aturan bahwa ormas Islam juga dilibatkan dalam menetapkan kehalalan suatu produk.
"Mungkin konsepnya adalah bahwa kehalalan produk itu kan dibutuhkan fatwa. Konsep fatwa itu kan bisa dari siapa pun saja yang mempunyai kriteria mampu mengeluarkan fatwa. Nah di ormas Islam itu kan banyak orang yang alim dan layak mengeluarkan fatwa juga," ucap dia kepada Republika.co.id, Selasa (18/2) menanggapi Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dengan aturan tersebut, lanjut Lutfi, produsen bisa memilih institusi untuk menelaah kehalalan produknya secara syariah. "Jadi (untuk penetapan halalnya) tergantung pelaku usaha memilih ke mana. Kalau saya pengen (fatwanya) dikeluarkan di Nahdlatul Ulama (NU), ya sudah, NU. Nah NU bilang apa, halal apa enggak, misal bilang halal, ya sudah halal," ujar dia.
Setelah itu, lanjut Lutfi, barulah BPJPH mengeluarkan sertifikat halal atas produk tersebut. "Jadi yang mengeluarkan sertifikasi itu tetap BPJPH, bukan ormas, kalau Ormas Islam atau MUI yang melakukan itu terus untuk apa ada BPJPH," tutur dia.
Untuk diketahui, ada perubahan signifikan terkait pasal-pasal dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Pada UU JPH, dalam melaksanakan kewenangannya BPJPH hanya bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, aturan barunya adalah, "Ormas Islam yang berbadan hukum" juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH.
Dalam RUU Cipta Kerja itu, ormas Islam dan MUI akan dilibatkan untuk mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Dalam UU JPH, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI.