Ahad 23 Feb 2020 09:22 WIB

Menerka Misi Bank Tabungan di Era Milenial

BTN mendorong layanan yang ramah milenial, termasuk pengajuan KPR.

Red: Friska Yolanda
Petani beraktivitas di sekitar perumahan subsidi, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. BTN mendorong layanan yang ramah milenial, termasuk pengajuan KPR.
Foto:

Tak sekedar spesialis KPR

Seperti namanya, Bank Tabungan Negara memang dibentuk awalnya untuk menghimpun dana masyarakat alias menjadi bank tabungan. Meski resmi didirikan pada 1950, cikal bakal BTN adalah Postspaarbank yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada 16 Oktober 1897 di Batavia. Berdirinya Postspaarbank diharapkan dapat mendidik masyarakat agar gemar menabung.

Pada 1942, kekuasaan Hindia Belanda berakhir dan menyerah kepada pemerintah Jepang yang kemudian membekukan kegiatan Postspaarbank lalu mendirikan Tyokin Kyoku, yang bertujuan sama untuk menarik dana masyarakat melalui tabungan. Setelah kemerdekaan, Tyokin Kyoku diambil alih pemerintah Indonesia dan diubah namanya menjadi Kantor Tabungan Pos RI.

Kemudian tepatnya pada 9 Februari 1950, pemerintah mengganti nama Kantor Pos Tabungan RI menjadi Bank Tabungan Pos, yang kemudian menjadi tanggal lahir Bank Tabungan Negara. Bank Tabungan Pos resmi berubah menjadi Bank Tabungan Negara 13 tahun setelahnya atau pada 1963.

BTN sendiri mendapat mandat untuk membiayai proyek perumahan rakyat pada 1974, meski penyaluran KPR baru terealisasi pada 10 Desember 1976 yang lalu diperingati sebagai Hari KPR bagi BTN. Seiring berjalannya waktu, BTN pun kemudian dikenal sebagai bank yang fokus penuh memberikan pembiayaan perumahan.

Kini, BTN jelas tak mau hanya sekedar dan dikenal sebagai bank spesialis pembiayaan perumahan. BTN juga ingin (kembali) menjadi bank tabungan dan tempat masyarakat, terutama milenial, melakukan berbagai macam transaksi keuangan. Tak main-main, belanja modal untuk teknologi dan informasi atau IT sebesar Rp 500 miliar sudah disiapkan.

Pada awal Februari 2020, BTN meluncurkan aplikasi Mobile Banking BTN versi terbaru dengan tampilan yang lebih modern. Sebagian dari belanja modal tadi akan dipakai untuk mengembangkan fitur-fitur dalam aplikasi tersebut misalnya pembukaan rekening via online dari ponsel pintar, pembukaan e-deposito, tarik tunai tanpa kartu, dan sejumlah fitur lainnya mengikuti tren industri.

Dengan aplikasi mobile banking yang lebih kekinian dan canggih, asa BTN menjadi 'rumah' bagi milenial diharapkan bisa terwujud. Setidaknya bisa menggaet nasabah-nasabah KPR BTN yang sudah ada sebelumnya, yang sebagian justru belum memanfaatkan aplikasi Mobile Banking BTN.

Robin Kristoper Pakpahan (37), yang sudah hampir tiga tahun menjadi nasabah BTN bahkan mengaku belum pernah sekalipun memasang atau meng-install aplikasi Mobile Banking BTN di ponselnya. Selama ini ia hanya melakukan transfer dari bank lain untuk membayar cicilan KPR di BTN. Ia lebih memilih menggunakan salah satu mobile banking bank swasta nasional untuk melakukan berbagai macam transaksi, yang dianggap lebih praktis dan lebih mudah.

Tatkala diinformasikan bahwa BTN sudah meluncurkan mobile banking versi terbaru dan akan meningkatkan fitur-fitur layanan di dalamnya, Robin pun mengatakan akan mencoba menggunakannya.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, sejatinya dapat membantu perbankan untuk lebih efisien dalam kegiatan operasionalnya. Melalui layanan digital, kini memungkinkan nasabah bisa membuka rekening tanpa harus datang ke kantor cabang. Bank pun dapat melakukan ekspansi dengan biaya yang lebih murah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri memang mengarahkan ke depannya sektor keuangan di Tanah Air menjadi sektor yang berbasis digital. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menginginkan lembaga jasa keuangan, terutama perbankan, dapat terus menerapkan prinsip efisiensi.

Data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, jumlah kantor cabang bank mengindikasikan tren penurunan setiap tahunnya. Pada 2015 jumlah kantor cabang bank tercatat sebanyak 32.963 kantor, namun per November 2019 sudah berkurang menjadi 31.085 kantor alias sebanyak 1.878 kantor cabang sudah ditutup.

"Sekarang semua service, kalau bisa tidak usah datang ke bank. Digital saja," ujar Wimboh beberapa waktu lalu.

Optimalisasi layanan digital tampaknya kini tak lagi menjadi pilihan bagi perbankan, melainkan sebuah keharusan. Masyarakat pun, terlebih generasi milenial, saat ini terlihat lebih nyaman bertransaksi melalui smartphone. Sudah menjadi fakta, milenial dan ponsel pintar, tak dapat dipisahkan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement