EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan konsep super holding merupakan langkah yang tepat. Piter mengaku tidak setuju dengan model super holding lantaran tidak tepat diaplikasikan di Indonesia.
"Dari dulu tidak sependapat dengan super holding karena secara konsepsi tidak tepat untuk Indonesia yang memiliki Kementerian BUMN," ujar Piter saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Rabu (26/2).
Piter mengatakan kondisi berbeda dengan Malaysia dan Singapura yang memilih model super holding dengan meniadakan peran kementerian. Piter menilai super holding merupakan sebuah pilihan yang berkonsekuensi meniadakan keberadaan Kementerian BUMN.
"Sifatnya (Kementerian dan super holding) sama yakni mengelola, mengawasi, dan mengoptimalkan BUMN," ucap Piter.
Piter menyampaikan penggunaan super holding tidak tepat dilakukan di Indonesia. Pasalnya, model super holding mengedepankan perusahaan milik negara melakukan bisnis secara penuh dengan target meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
"Kalau super holding maka pendekatan BUMN murni bisnis, tidak ada program pemerintah. Di Indonesia kan tidak seperti itu, makanya saya tidak sependspat dengan konsepsi super holding karena sudah ada Kementerian BUMN," kata Piter.
Piter menilai yang terpenting dilakukan Kementerian BUMN saat ini ialah lebih mengoptimalkan ekosistem dalam tubuh BUMN. "Yang kita butuhkan sekarang pendekatan ekosistem yakni perusahaan-perusahaan yang memiliki keterkaitan," ucap Piter.
Pengamat BUMN Toto Pranoto menyampaikan konsep holding yang dibuat sejak era Tanri Abeng merupakan fondasi yamg sampai saat ini masih dijalankan Kementerian BUMN.
"Idenya membentuk holding sektoral supaya value creation lebih bisa diimplementasikan," kata Toto.
Toto menilai pembentukan super holding baru dapat terwujud apabila penerapan sub holding sudah berjalan maksimal. Dengan begitu, fungsi Kementerian BUMN bisa dilebur ke super holding tersebut. Toto menilai Erick tentu sudah memikirkan secara matang hal tersebut.
"Mungkin Erick Thohir berpikir kondisi BUMN Indonesia saat ini sebagian besar belum sampai level BUMN di Singapura atau Malaysia sehingga kalau langsung loncat ke ide superholding akan tidak efektif," ucap Toto.
Toto menilai prioritas yang dikembangkan saat ini adalah efektivitas sub holding, di mana artinya holding yang berbasis value chain (hulu-hilir) yang akan dikerjakan.
"Kalau sub holding BUMN sudah semakin kuat, mungkin prioritas berikutnya pada tahun-tahun mendatang baru akan kembangkan super holding," kata Toto menambahkan.