EKBIS.CO, BADUNG -- Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir menilai, dampak penyebaran virus corona terhadap ekonomi Indonesia sebenarnya relatif modest. Tapi, pemerintah tetap mengantisipasi dampak lebih dalam dengan kebijakan countercyclical.
Amir mengatakan, dari berbagai analisis yang dilakukan, apabila perekonomian China melemah satu persen maka berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar sekitar 0,3 sampai 0,6 persen. "Dampaknya melalui berbagai channel terutama aktivitas pariwisata, global value chain manufaktur dan investasi," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (27/2).
Amir mengakui, virus corona menjadi sumber risiko ketidakpastian baru. Semua pihak mencoba mengestimasi dampaknya terhadap perekonomian baik secara global maupun ke masing-masing negara termasuk Indonesia.
Dalam konteks mengestimasi ini, Amir menjelaskan, besaran dampak sangat dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya, seberapa lama wabah virus corona akan berlangsung.
"Yang kedua, dimensi persebarannya di negara lain di luar China, ini sebagai perkembangan baru," tuturnya.
China sebagai sumber kejadian virus corona mengalami dampak langsung relatif besar. Namun, Amir menekankan, sekali lagi estimasi besaran dampaknya masih tergantung kepada berapa lama dan seberapa luas penyebaran virus corona.
Pemerintah tetap merespon potensi pelemahan pertumbuhan ini dengan kebijakan countercyclical. Caranya, Amie menjelaskan, dengan percepatan pencairan belanja (frontloading) agar memberi dampak multiplier lebih cepat dan lebih besar bagi perekonomian
Beberapa stimulus juga sudah disiapkan ke sektor pariwisata hingga konstruksi. "Targetnya menjaga daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," kata Amir.
Pemerintah terus mengamati perkembangan tersebut agar dapat melakukan respon sebaik mungkin. Jika berbagai stimulus dapat berjalan efektif, Amir berharap, potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi dapat dimitigasi.
Secara umum, Amir menilai, Indonesia sedang dalam momentum pertumbuhan. Hal ini didukung oleh pertumbuhan kelas menengah, jumlah populasi usia produktif yang tinggi, dan reformasi struktural yang terus berjalan seiring dengan kebijakan makro-fiskal yang prudent dan suportif.
Di sisi lain, hampir seluruh indikator ekonomi baik di global maupun domestik membaik di akhir 2019 atau awal 2020. "Ini membuat optimisme baru bahwa mendung ketidakpastian di 2019 segera berakhir, trade deal, brexit deal, dan sebagainya," tutur Amir.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, situasi corona memberikan dampak ke berbagai sektor di Indonesia. Salah satunya, manufaktur. Penghentian ataupun pelambatan produksi aktivitas di China akibat virus corona membuat industri Indonesia mulai kesulitan mendapatkan bahan baku.
Sektor yang juga terdampak adalah pariwisata. Jumlah wisatawan China ke Indonesia sekitar 200 ribu per bulan. Seiring dengan penutupan akses dari China pada awal Februari, jumlah itu menurun signifikan dan bahkan sama sekali 'menghilang'.
Keterkaitan China dengan Indonesia memang besar. Sri menilai, apabila ekonomi China turun satu persen saja, dampaknya bisa 0,3 hingga 0,6 persen ke Indonesia.
"Berarti, kalau base line kita di lima sampai 5,3 persen, ekonomi kita tumbuh lima sampai 4,7 persen," ucapnya.
Sri memastikan, pihaknya terus mengantisipasi dampak itu. Ia bersama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan berkomunikasi untuk menstimulasi ekonomi countercyclical dengan instrumen kebijakan di dalam masing-masing kewenangan mereka.