EKBIS.CO, JAKARTA -- Pergerakan saham PT Telkom Indonesia, Tbk sejak awal hingga pertengahan pekan ini terseret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bursa yang terjengkang karena faktor tekanan ekonomi global. Hal ini menafikan sebagian pemberitaan yang menyatakan saham Telkom anjlok lantaran pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir.
Pengamat pasar modal dan CEO Teman Trader Luke Syamlan mengatakan Bursa Indonesia masih meradang dipacu berbagai hal seperti kondisi ekonomi global karena isu virus Corona, isu krisis likuditas, terakhir kemarin investor asing cabut dananya di pasar sekitar Rp 1,75 triliun.
"Itu yang bikin index rontok dan bikin saham-saham blue chips seperti Telkom ikut terjengkang. Jadi, tak ada itu karena pernyataan Menteri BUMN bikin sentimen negatif bagi Telkom," ujar Luke dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Kamis (27/2).
Luke menyampaikan selama perdagangan kemarin semua sektor terkoreksi tanpa terkecuali. Ia menjelaskan, saham-saham yang menjadi penggerak IHSG sekitar 90 persen mengalami penurunan.
Bahkan saham milik 4 bank besar seperti bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BCA juga mengalami tekanan jual yang drastis. Berdasarkan catatan, IHSG mengalami penurunan hingga 12,1 persen year to date (ytd) dan rata-rata penurunan saham operator telekomunikasi mencapai 21,5 persen.
Sementara harga saham Telkom tercatat turun 11,3 persen year to date (ytd). "Penurunan harga saham Telkom dari awal tahun hingga saat ini tidak setajam penurunan rata-rata operator telekomunikasi atau industrinya," kata Luke.
Hal ini, lanjut Luke, mengingat fundamental Telkom dipandang cukup kuat, utamanya didukung IndiHome dengan pertumbuhan pelanggan yang signifikan. Luke menilai market hari ini akan cenderung masih dalam tekanan koreksi apalagi belum ada tanda tanda respon pemerintah atasi dampak pelambatan ekonomi atas pandemi corona.
Hal ini berbeda dengan China yang merespon dengan menyuntik dana di capital market 178 miliar dolar AS likuiditas untuk jaga market supaya tidak ambrol ketika sesi perdagangan dibuka pasca libur Imlek lalu.
"Tekanan aksi jual asing di market yang tidak bertenaga ini membuat lebih dari 300 saham ditutup negatif dan hanya 92 saham yang naik dimana mayoritas adalah saham saham lapis 2 dan 3 yang notabene adalah saham gorengan," ucap Luke.
VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo mengatakan pekan ini saham-saham operator telekomunikasi memang tengah turun karena kondisi makro ekonomi, tak terkecuali saham Telkom.
"Hal ini bisa kita lihat dari IHSG di BEI yang memang sedang mengalami penurunan cukup tajam," kata Arif.
RTI mencatat lima saham berkapitalisasi besar (big cap) paling aktif ditransaksikan saat indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup turun 149,54 poin (2,62 persen) ke level 5.539,38 pada perdagangan sesi pertama pada Kamis (27/2). Namun, dalam waktu bersamaan, saham-saham big cap juga melemah.
Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) tercatat sebagai saham-saham yang paling aktif ditransaksikan berdasarkan nilai.
Menurut data RTI, dari keempat saham –tiga di antaranya saham emiten BUMN-- itu seluruhnya melemah. Harga BMRI anjlok 4,57 persen, BBRI turun 7,81 persen, BBCA terkoreksi 3,34 persen, dan BBNI terpuruk 4,10 persen. Sedangkan saham TLKM menguat tipis 0,28 persen.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pertanyaan tentang kondisi Telkom bertujuan untuk memacu kinerja Telkom lebih baik ke depan. Erick mengaku sudah berbicara dengan Direktur Utama Telkom Ririek Ardiansyah sebelum dirinya 'menyentil' Telkom di media.
"Saya sudah duduk sama Pak Ririek jauh-jauh hari, beliau juga bekas dirut Telkomsel, jadi tahu bagaimana dividen yang masuk ke Telkom dari Telkomsel," kata Erick dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2020 bertajuk "Indonesia Menjawab Tantangan Ekonomi Global" di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (26/2).
Erick ingin Telkom memiliki dividen yang lebih baik ke depan. Ia dan Ririek mengaku sudah memiliki rencana bisnis Telkom ke depan dengan pengembangan komputasi awan dan big data.
"Memang secara bisnis masih lebih kecil tapi tidak bisa ketika ada Google, Amazon, Alibaba masuk ke sini, akhirnya database kita sebagai negara hilang padahal itu the new oil," ucap Erick.